Re-Post Cerpen : Mata yang sama
Main Cast :
1. Kemal Indra Radistira
2. Kania Lista
3. Gilang Permana
PESAN UNTUK PEMBACA : DILARANG KERAS MENG-COPPAS KARYA ORANG LAIN TERUTAMA KARYA SAYA INI -____________-
SELAMAT MEMBACA DAN ENJOY~
“Tapi
dia itu cuman lelaki buta !!”
PLAAKK !!
Spontan ku menamparnya, 'maaf' terlanjur ku ucap dari dalam hati. Kemal tampak meraba
rahangnya pelan. Ia sempat meringis namun sepertinya ia tak ingin menunjukkan
rasa sakitnya didepan mataku.
Aku
terdiam, menyesal karena sudah berani menamparnya. Menampar sahabat kecilku
yang sama sekali tak pernah pergi menjauhiku selama ini. Untuk pertama kalinya,
aku menampar Kemal. Ya, aku baru saja menamparnya.
Sesaat kamipun saling bungkam dengan perasaan
masing-masing. Kemal masih dalam posisi yang sama, meraba rahangnya dengan
expressi terkejut tak percaya. Dan akupun menatapnya sembunyi-sembunyi, ada
rasa menyesal tumbuh dalam hati.
“Kemal,
maaf .. Aku gak bermaksud untuk ..... “ Belum selesai aku berucap Kemal sudah
pergi meninggalkan ku dalam rasa bersalah ini.
“Kemaall
!!” Seruku percuma
Kulihat punggungnya yang bergerak, menjauh dan hilang
dari pandanganku.
Tatapanku
kini kosong, berjalan menelusuri trotoar yang sepi tak berpengunjung. Selama
ini Kemal selalu setia menemaniku, mensupport ku dan bahkan selalu ada untukku.
Tapi kenapa? Kenapa semenjak aku memutuskan untuk
mencintai Gilang, Kemal seperti tidak suka melihat kebersamaanku dengan Gilang.
Aku bingung, aku dilema. Disatu sisi Kemal adalah
sahabat terbaikku, tapi di sisi lain Gilang juga sangat membutuhkan ku dan
sebaliknya akupun membutuhkannya.
Gilang memang tidak sempurna, tapi dibalik ketidak
sempurnaan yang ia miliki tersimpan keistimewaan di hatiku sendiri. Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat?
Di
tengah siang yang cukup teduh ini aku sedang menemani Gilang ditaman. Ntah
kenapa aku selalu merasa nyaman ketika bersama Gilang, lelaki yang kucintai.
Gilang berjalan disampingku, mengetuk-ngetuk tongkat andalannya sebagai penumpu
bantuan agar ia bisa berjalan dengan baik.
Aku tak bosan menuntunnya, menjadi mata untuknya dan
menjadi pembicara yang asik di dengarnya. Tak jarang aku selalu menceritakan
bagaimana keindahan taman yang kita lalui. Seuntai senyuman tersungging di wajahnya,
ia sangat menikmati ceritaku.
Ah, alangkah bahagianya jika Gilang dapat melihat
kembali seperti dulu. Mungkin aku dan dia akan berlari-lari bersama diselangi
canda tawa yang kami ciptakan. Namun sangat disesali, kecelakaan itu telah
merenggut penglihatannya.
Kecelakaan yang nyaris membuatnya putus asa. Sejak saat
itu pun aku selalu berjanji pada diriku sendiri, untuk selalu menjaganya dan
menemani kemana ia pergi. Aku amat mencintainya, dan diapun sangat mencintaiku.
Dan aku tidak akan pernah bisa meninggalkannya tanpa alasan.
Seusai berjalan-jalan cukup lama, kami akhirnya
memilih duduk-duduk santai dibawah pohon cemara yang rindang. Bersandar ke
batang pohon yang besar dan menikmati hembusan angin sore yang mendesah
menciptakan suasana indah.
Aku memandangi wajah Gilang yang tampan, betapa indah
ciptaan tuhan yang satu ini. Pujiku dalam hati.
Tiba-tiba Gilang pun bersuara memecah sunyi, “
Kania..” Panggilnya. Aku melirik menunggunya kembali berucap.
“Kalau
mataku gak kembali normal, apa kamu masih mau menemani aku?” Tanyanya membuatku
tersentak
Aku tercengang seketika, “Gilang, apa maksudmu?”
“Aku
tau sampai saat ini belum juga ada pendonor mata untuk ku, dan sangat kecil
kemungkinan untuk aku bisa kembali melihat seperti sedia kala. Jika itu terjadi,
apa kamu masih mau menerima ku disisi mu? Dengan segala kekuranganku ini??”
Jelasnya menggapai tanganku
Aku sangat terenyuh dengan ucapannya. Pedih ku rasa.
Setetes air mata pun jatuh dari sudut mataku.
“Gilang,
apapun keadaan kamu.. Aku gak akan pernah meninggalkanmu. Karena aku
mencintaimu apa adanya, aku menyayangimu tanpa melihat apapun yang kamu miliki
dan apapun yang tidak kamu miliki. Aku gak akan pernah meninggalkan mu lang ..
Aku akan selalu tetap berada disisi kamu!! Sampai kapanpun itu ...” Tutur ku
lembut menggenggam erat tangannya
“Sungguh?”
Lontarnya lirih
“Ya,
aku sungguh-sungguh Gilang..” Anggukku lalu merebahkan kepalaku ke pundaknya
yang tegap.
Kurasakan sentuhan hangat dari tangannya, dengan
lembut ia membelai pelan kepalaku.
Sepulang
aku mengantar Gilang kerumahnya, tak sengaja aku berpapasan dengan Kemal di
ujung jalan. Kami saling bertatapan beberapa saat. Aku melihat bola matanya
yang sayu menatapku penuh arti. Ah, tatapan apakah itu??
“Kemal
!!” Gumamku datar
Kini aku dan Kemal sudah berada di sebuah cafe tak
jauh dari rumahku berada. Hanya coffe crem kental yang dapat menemani
kebersamaanku dengannya. Aku merasa ada yang beda dari Kemal. Kemal terlihat
banyak diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Dia mengaduk coffenya dengan asal, dan aku
memperhatikannya dengan seksama. Aku pun berusaha mencairkan suasana, “Kemal,
ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?” Tanyaku memancing dengan hati-hati
Kemal berpaling ke arah lain, tangannya sudah tak lagi
memegang sendok yang ia gunakan untuk mengaduk coffenya. Punggungnya merapat ke
sandaran kursi, ia mendesah terasa berat kudengar. “Kemal, ayolah .. Aku
sahabatmu kan?” Bujukku dengan lembut
Kemudian
Kemal pun kembali mencondongkan tubuhnya. Kedua tangannya sudah menumpu kembali
ke atas meja. Ia menatapku lekat-lekat, membuat aku menjadi salah tingkah.
“Kania
.. “ Kemal menggenggam tanganku erat “Apa kau benar-benar mencintai Gilang?”
Aku tersentak mendapatkan pertanyaan seperti itu
darinya. Apa maksudnya? Kenapa tiba-tiba Kemal bertanya tentang Gilang.
“Maksudmu?”
Balasku tak mengerti
“Jawab
saja! Apa kamu sungguh-sungguh mencintai Gilang? Dan tidak ada harapankah untuk
aku masuk ke dalam hatimu?” Tegaskan Kemal dalam pertanyaannya
Aku benar-benar dilanda bingung. Apa yang harus ku
jawab?
“Euh..
Kemal.. Seperti yang kamu tau, kita sahabat dan gak akan pernah berubah sampai
kapanpun. Aku harap kamu ngerti yah ..." Ujarku berhati-hati
Kemal mendengus, ia menggebrak meja cukup keras “Sudah
ku duga !!” umpatnya
Sepertinya dia kecewa dengan jawaban yang ku berikan.
Maafkan aku, aku memang sayang padamu. Tapi sayang itu hanyalah sebatas
sahabat, rasa sayang yang tercipta seperti adik yang menyayangi kakaknya.
Seperti itu, tidak pernah berubah.
Sontak
Kemal pun menjauhkan tangannya dari tanganku. Aku hanya diam, ntah harus
melakukan apa.
Tanpa di duga, Kemal beranjak dari duduknya. Aku
mendongak menatap tubuhnya yang tinggi dan kekar, lalu diluar perkiraanku
tiba-tiba Kemal pergi dari hadapanku.
Aku
masih kepikiran Kemal. Aku bener-bener merasa bersalah sama dia. Tapi apa yang
bisa ku perbuat? Jelas aku gak akan pernah bisa mencintainya, karena hanya
Gilang yang ada dihati ini. Ya Tuhan,
berilah aku petunjuk.
Dering ponselku berbunyi, mengejutkan ku seketika. Ku
rogoh ponselku yang berteriak-teriak memanggil. Nomornya gak begitu aku kenal,
tapi sebaiknya aku angkat saja. Siapa tau ini penting. “Ya hallo .. Dengan
siapa yah?” Tanyaku merapatkan ponsel ke telinga
“Apa
saya bicara dengan Kania? Maaf saya
dokter Argi yang biasa menangani Gilang.. kamu bisa menemui saya sekarang juga?”
Ujarnya bernada serius
“Dokter
Argi? Oh iya saya ingat, bisa bisa .. saya bisa menemui dokter dimana yah?”
Balasku cepat
“Saya tunggu di rumah sakit yah, karena ada
beberapa hal yang ingin saya bicarakan tentang Gilang.”
“Baik
baik, kalau begitu saya langsung kesana sekarang. Makasih dok!!” Akhiriku
menutup pembicaraan
Ada apa yah? Serius sekali sepertinya. Tanpa
berlama-lama, akupun segera meminta supir taksi berkumis tebal didepanku
mengantarkan aku ke rumah sakit. Dengan sigap taksipun melesat membawaku ke
tempat tujuan. Swinnggg !!
“Jadi
ada apa dok, kok tiba-tiba menyuruh saya kesini?” Tanyaku memulai obrolan
“Iya,
begini Kania. Tadi sore ada seseorang yang ingin berbaik hati mendonorkan dua
matanya untuk Gilang. Dan dia meminta agar proses pencangkokkan mata untuk
Gilang segera dilaksanakan secepatnya.” Tukas dokter Argi to the point
Sontak kedua mataku membelalak tak percaya. Seolah
mendapat undian berhadiah, rasanya begitu mendadak. Aku tertegun sesaat,
mencerna perkataan dokter Argi yang tak pernah ku sangka-sangka.
Donor mata? Seseorang ingin mendonorkan matanya untuk
Gilang? Siapa? Sejuta pertanyaan kini memenuhi benakku, “Dokter serius? Ada
pendonor untuk Gilang? Siapa itu dok! Siapa malaikat yang mau mendonorkan bola
matanya untuk Gilang?” Lontarku memberondong
“Tenang
Kania tenang..” Ujar dokter Argi menenangkan “Dia tidak ingin identitasnya
diketahui, jadi saya tidak bisa memberitahukannya pada kamu ..” Sambungnya
membuat mataku menyipit
Rahasia? Kenapa harus serahasia itu? Memangnya siapa
dia? Aku terlarut dalam pemikiranku, tentang orang misterius itu tentang
identitasnya yang tersembunyi. Sangat mengherankan.
Tapi siapapun dia dan apapun alasan dia untuk
merahasiakan identitasnya, aku sangat berterimakasih tentunya. Aku akan secepatnya
memberitahu Gilang tentang kabar gembira ini.
Pagi
ini Gilang sudah berada diruang operasi. Sebelum proses pencangkokkan mata itu
dilakukan, tak lupa aku menyemangati Gilang terlebih dahulu. “Gilang, aku
selalu berdoa.. Semoga Tuhan selalu menjagamu yah. Aku harap pencangkokkan mata
ini berhasil dan lancar tanpa hambatan..” Tuturku meremas erat tangan Gilang
Gilang mengangguk mengulas senyum, ia berbalik meremas
tanganku bergantian “Aku gak sabar, ingin segera melihat wajah cantikmu Kania
..” Pujinya membuatku tersipu
Beberapa saat kami berangkulan, sampai dua orang
suster pun masuk membawa sejumlah alat operasi ke dalam ruangan. “Maaf ya mbak,
operasi akan segera dilaksanakan.. Mbak silahkan tunggu diluar saja karena
sebentar lagi dokter akan memasuki ruangan.” Ucap salah seorang suster padaku
“OH
iya ,, sebentar lagi saya keluar kok sus ..” Angguk ku tersenyum
Ketika dua orang suster itu kembali keluar ruangan,
akupun sejenak membelai kepala Gilang. “Kamu baik-baik disini yah.. Aku selalu
berdoa yang terbaik untuk kamu. I love you ,,” bisikku sebelum aku meninggalkan
ruangan operasi.
Aku sangat berharap besar, semoga operasi
pencangkokkan mata untuk Gilang ini berhasil. Dan Gilang akan bisa melihat
kembali seperti dulu sebelum kecelakaan yang menimpanya.
Sudah
hampir satu jam aku menunggu di ruang tunggu. Dokter Argi beserta para
susternya belum juga menampakkan diri. Rasa takut mulai menghinggapi, takut
akan gagalnya operasi ini. Tapi ah .. Aku gak mau negatif thinking. Aku harus
optimis dan percaya kalau Gilang pasti bisa melihat lagi.
Tiba-tiba ditengah kecemasanku, aku teringat pada
Kemal. Ya, sejak pertemuan kemarin aku belum sempat berkomunikasi lagi dengan
Kemal. Kemal terlalu membuatku bingung dan bertanya-tanya, sikapnya tak
menentu.
Ku
rogoh ponsel didalam tasku, aku bertekad untuk menghubunginya sekaligus aku
ingin memberitahu kabar gembira ini pada Kemal. Ketika ponsel sudah ditangan,
dan contact name Kemal sudah siap ku tekan aku pun lekas merapatkan ponsel
tipis putihku ke telinga.
Aku menunggu jawaban dari Kemal, tapi apa yang
kudapat? Hanya suara operator yang ku dengar, tidak ada nada sambung ataupun
jawaban dari Kemal. Lebih tepatnya nomor Kemal tidak dapat dihubungi. Lantas
kemana Kemal? Semarah itukah?
Akhirnya
setelah lama aku menunggu. Dokter Argi pun keluar juga dari ruangan operasi.
Segera aku menghampirinya dan menanyakan kabar tentang Gilang yang baru saja
selesai ditangani. “Kamu tenang saja, Gilang akan baik-baik saja. Nanti sore
kita bisa lihat hasilnya.” Ujar dokter Argi menepuk bahuku
Huft, syukurlah. Aku tersenyum
lega, tidak sabar ingin segera melihat hasilnya. Dokter Argi pun sudah berlalu,
sementara aku memutuskan untuk keluar sebentar sebelum perban di mata Gilang
dibuka oleh dokter Argi.
Detik-detik
pembukaan perban di mata Gilang. Aku sudah stand by di samping Gilang. Gilang
pun sudah duduk di atas ranjang menunggu dokter Argi yang akan segera membuka
balutan perban di sekitar matanya.
Tak jarang aku mendesah nafas, berdoa banyak semoga
hasil operasinya berhasil. Dokter Argi pun sudah mulai membuka balutan perban
pertama, selepas itu dokter Argi kembali melepas lapisan kedua dan ketiga.
Sampai akhirnya dua perban persegi di masing-masing mata Gilang pun sudah bisa
dibuka.
Ketika
dua perban itu sudah tak lagi membungkus pelupuk mata Gilang. Dokter Argi
sendiri mengomando agar Gilang membuka matanya. Perlahan Gilang
mengerjap-ngerjapkan matanya sebelum akhirnya ia membuka pelan kedua matanya.
Aku menggigit bibir bawahku, mau tidak mau aku harus siap menerima hasilnya.
Gilang terdiam beberapa detik. Kepalanya ia gerakkan
melirik ke arahku. Aku sangat was-was menunggu hasil yang Gilang dapatkan.
Berhasilkah? Atau ...
“Kania
..” Panggilnya tersenyum kagum
Mataku berbinar, tatapan Gilang tertuju tepat ke
arahku. Dan dia memanggil namaku. Apakah itu artinya, Gilang sudah bisa
melihat? “Gilang.. Kamu ..”
“Kamu
cantik sekali Kania.. Kamu cantik !!” Gumamnya lirih
Aaah, aku sangat
senang sekali. Operasinya berhasil, Gilang sudah bisa melihat dan orang pertama
yang ia lihat itu aku. Aku melonjak girang dan refleks memeluk Gilang di depan
dokter Argi.
Aku gak peduli apa pandangan dokter Argi tentang aku,
yang jelas rasa bahagia ku sangat membumbung tinggi. Aku bahagia, penglihatan
Gilang sudah kembali dan aku benar-benar sangat berterimakasih pada malaikat
pendonor itu. Siapapun itu terima kasih banyak atas pertolongannya.
“Selamat
yah, akhirnya penglihatan kamu sudah kembali normal. Tapi jangan lupa lho tiap
dua minggu sekali Gilang masih harus tetap chek up kesini untuk mengontrol saja
..” urai dokter Argi menyalami Gilang
“Iya
pasti dok, tanpa disuruh pun saya pasti akan selalu datang kesini untuk kontrol
mata baru saya. Terima kasih yah dok atas pertolongannya.” Balas Gilang gembira
Dokter Argi hanya tersenyum, melihat ku yang tersenyum
bahagia disamping Gilang. Ah, sungguh tak menyangka akhirnya Gilang terlepas
dari dunia gelapnya, dan kini Gilang sudah bisa menikmati panorama indah di
dunia ini tanpa harus mendengarkan ceritaku saja seperti biasa.
Setelah
dokter Argi keluar dari ruangan. Kini hanya aku dan Gilang yang berada di dalam
ruangan. Aku tak pernah melepas pelukanku darinya. Gilang pun begitu, tak
jarang dia membelai lembut kepalaku. Mencium keningku dan mendekap hangat
tubuhku. Ah, aku begitu merindukan masa-masa seperti ini.
“Sayang,
makasih yah atas semua dukungan mu selama ini. Dan terimakasih atas kesetian
kamu sama aku .. aku salut dan bangga karena bisa memiliki perempuan secantik
dan seperhatian kamu “ sanjung Gilang tiba-tiba
Aku mendongak menatapnya, namun di saat aku menatap
bola matanya yang baru sontak aku sempat terkejut. Bola mata ini seperti tak
asing untukku, aku merasa bola mata ini sudah sangat lama aku lihat.
Tapi dimana? Ah.. Bola mata ini mengingatkan aku pada
seseorang. Seseorang yang dengan biasa menatapku hangat. Kemal. Ya, aku ingat
betul hanya Kemal yang memiliki bola mata seindah ini. Tapi mana mungkin ini
milik Kemal!
Hah?
Kemal.. Mengingat namanya aku pun baru tersadar bahwa sejak pagi tadi aku belum
juga bisa menghubungi Kemal. Sigap aku pun melepaskan pelukan Gilang mendadak.
Gilang mengerutkan keningnya memperhatikanku yang sudah sibuk mencari-cari
ponsel didalam tas. “Kamu cari apa sih?” Tanya Gilang
“Ah?
Euh aku cari hp .. Sebentar yah !!” Jawabku tak begitu fokus
Ponselpun ku dapat, tanpa babibu lagi aku segera
menekan tombol hijau. Memanggil contact name bernama lengkap 'Kemal Adrian'.
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif,
cobalah beberapa saat lagi.” Aku mendesah kecewa, lagi-lagi nomornya belum
aktif. Kemal kemana? Gak biasanya dia susah dihubungi seperti ini. Aku sungguh
bingung.
Dan kebingunganku pun terbaca oleh Gilang yang sudah
berdiri di belakangku. Tanpa kusadari, kedua tangannya sudah memeluk longgar
pinggangku dari belakang. Dagunya menyentuh pundakku. “Kamu kenapa? Kok gelisah
banget ..” Bisiknya ditelingaku
“Gilang..
“ Aku terhenyak sekilas “Iya aku lagi gelisah banget lang.. Kemal .. Sejak pagi
tadi dia susah banget aku hubungin !!” Jelasku cemas
“Kemal?”
Pekiknya sambil berpikir sebentar “Kemal sahabat kamu itu? Memangnya dia
kemana?” Sambungnya melepaskan pelukan dan beralih kesampingku
Aku menggeleng, “Aku gak tau.. sejak pagi sampai
sekarang nomornya gak aktif, aku takut
sesuatu terjadi sama dia. Aku takut kalau ...”
“Ssstt
.. “ Telunjuknya menempel di bibirku lalu Gilang menggeleng tersenyum “Jangan panik kayak gitu, kita cari sama-sama
yah ...” usulnya merengkuh bahuku
“Kamu
mau temenin aku cari Kemal ?” Pekikku takjub
“Iya
.. Kita cari Kemal. Aku tau dia begitu berarti kan buat kamu?”
Lho, kenapa Gilang menjadi bertanya seperti itu!? Aku
jadi merasa tidak enak padanya.
“Euh
Gilang aku ...”
“Aku
ngerti kok, Kemal sahabat kamu dan kamu sudah sangat mengenalnya sejak lama
jauh sebelum kamu bertemu aku. Aku tau kok perasaan cemas ini, hanya perasaan
cemas seorang perempuan terhadap sahabat karibnya saja. Iya kan?” Tebaknya
begitu tepat
Aku cukup lega, karena ternyata Gilang mengerti
perasaanku. Yah, memang aku tidak pernah salah memilih. Gilang adalah lelaki
yang tepat untuk ku jadikan pendamping
Akhirnya
setelah Gilang sudah diizinkan pulang oleh dokter Argi. Gilang pun menepati
janjinya, malamnya setelah Gilang beristirahat beberapa jam sepulang dari rumah
sakit Gilang menjemputku ke rumah.
Untungnya aku sudah siap menunggu kedatangan Gilang di
teras rumah. Setelah kulihat mobil sedan putihnya masuk ke halaman rumah, aku
melempar senyum tipis ke arahnya yang masih duduk dibelakang kemudi.
Gilang pun keluar dari mobilnya, menjemputku dan mengajakku
segera memasuki kembali mobilnya. Dengan tenang aku duduk disebelahnya. Tanpa
basa basi lagi, Gilang menginjak pedal gasnya dan mobilpun melaju menuju rumah
Kemal yang sudah kuberitahukan alamat rumah Kemal sebelumnya.
Tepat
didepan sebuah rumah yang besar dengan pagar tertutup rapat mobil pun berhenti.
Gilang tampak melongok-longokkan kepalanya melihat keadaan rumah Kemal yang
begitu sepi. “Kamu yakin ini rumah Kemal?” Tanyanya melirikku sebentar
“Ya
yakin lah.. dulu aku sering kok kesini.” Anggukku tanpa ragu
“Tapi
kok sepi yah.. Emang biasanya sepi begini yah suasana rumah Kemal?” Lanjutnya
bertanya
Aku tidak menjawab, hanya gerakkan bahuku yang
terangkat menjawab pertanyaannya.
Kemudian kami pun bergegas turun dari mobil. Setelah
sabuk pengaman terlepaskan, aku dan Gilangpun keluar dari pintu mobil yang
berbeda. Lalu aku pun melangkah menghampiri Gilang yang sudah berdiri tepat di
depan pagar rumah Kemal.
Terlihat sepi memang, bukan hanya itu tapi lampu di
rumah Kemal pun sangat gelap. Kemana sebenarnya Kemal ini?
Gilang menengok ke arahku, ku balas dengan senyuman
tipis dibibirku. Kelima jari tangannya kini sudah menyusup ke sela-sela jariku,
setelah itu Gilangpun mengajakku mendekati bel kecil di tembok pagar.
Selepas bel ditekan oleh telunjuk Gilang, seorang
perempuan seusiaku pun keluar dari dalam rumah Kemal. Penampilannya begitu
sederhana, hanya daster coklat bercorak bunga saja lah yang ia kenakan. Mungkin
itu asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Kemal.
Ia berlari kecil menghampiri kami yang masih berdiri
diluar pagar. “Maaf, mbak sama mas mencari siapa tho ?” Tanyanya dengan logat
jawa yang kental
Oh memang benar dugaanku, dia pembantu yang bekerja
dirumah Kemal. Bisa di tebak dari logat bicaranya. Tapi selama aku sering main
kerumah Kemal, aku baru lihat sekali ini saja wajah perempuan berdaster ini.
Ntahlah, mungkin dulu aku tidak begitu
memperhatikannya.
“Euh,
Kemalnya ada?” Jawabku dengan sebuah pertanyaan
Namun tidak tau kenapa, mendengar aku menyebut nama
Kemal expressi wajah perempuan itu berubah begitu cepat. Seperti terkejut namun
aku sendiri tidak tau apa yang menyebabkan ia seterkejut itu.
“Mbak
ini mbak Kania kan?” Kini dia malah menebak namaku.
Aku mengangguk cepat dan menunggu kalimat berikutnya
yang akan ia lontarkan untukku.
“Kalau
begitu mari masuk mbak! Kita mengobrol di dalam saja ..” Ajaknya sigap membuka
pintu pagar
Aku dan Gilang saling bertatapan. Setelah pintu pagar
terbuka setengahnya, kami berdua pun di persilahkan masuk mengikuti langkah
perempuan berkepang kuda itu.
“Mari
masuk mbak .. Mas !!" Ajaknya kembali
Ketika aku melangkahkan kedua kakiku masuk ke dalam
rumah Kemal. Betapa sejuknya udara didalam. Harum dan nyaman terasa. Masih sama
seperti dulu ketika aku masih sering berkunjung ke rumah ini menemani Kemal
yang selalu kesepian tanpa orang tuanya disini.
Bibirku
merekah, senyuman kecilpun tercipta. Namun teguran dari perempuan itu pun
sukses memudarkan senyuman dibibirku. “Maaf mbak .. Saya ke dalam sebentar. Mbak
Kania tunggu saja disini ..” Tukasnya berlari kecil menuju tangga
Gilang terlihat sedang memperhatikan sekelilingnya.
Melihat atap putih yang bergantung sebuah lampu hias di atasnya. “Sayang, kamu
gapapa kan nemenin aku kayak gini?” Tegurku merasa tidak enak
Gilang tersenyum geli, “Yaampun kamu kayak ke siapa
aja. Gapapa lah, aku tuh malah seneng bisa nemenin kamu kayak gini. Toh selama
ini kamu juga gak pernah pergi dari aku kan.” Katanya tulus seraya mengusap
kepalaku lembut
Tak
lama kemudian, perempuan berdaster coklat itupun kembali. Ku lihat ada amplop
ditangannya, ia pegang erat sambil berjalan menuju arahku duduk. Aku pun
beranjak dari dudukku, tanpa menunggu ia berbicara akupun mendahuluinya memulai
kata. “Kemalnya dimana ?” Tanyaku cepat mencari
“Maaf
mbak.. Saya tidak bisa banyak bercerita apapun tentang mas Kemal. Namun
sebaiknya mbak Kania membaca surat ini saja .. Karena surat ini dititipkan oleh
mas Kemal khusus untuk mbak. Ini suratnya mbak...” Urainya menyodorkan sebuah
amplop padaku
Dengan ragu aku mengambil amplop ditangan perempuan
itu. Sekilas aku melirik pada Gilang, namun beruntung kulihat Gilang tersenyum
seraya mengangguk bertanda setuju. Aku menghela nafas sebelumnya, ku pandangi
perempuan berkepang kuda di depanku ini. Terlihat begitu sedih raut wajahnya.
Pelan-pelan
kubuka amplop putih ditanganku. Dan ku dapati sebuah surat didalamnya. Ku ambil
suratnya lalu ku buka lipatan kertas bergaris itu. Dengan teliti ku baca kata
demi kata yang tertulis,
‘Mungkin kamu memang lebih pantas dengannya. Walau
terasa sakit karena kamu tak pernah menyimpan rasa cinta untukku, namun dengan
rela aku ikhlaskan itu. Aku tau dan aku tak pernah menyangkal kamu memang menyayangiku,
tapi rasa sayangmu bukan rasa sayang layaknya perempuan pada lawan jenisnya.
Melainkan hanya
rasa sayang seperti adik terhadap kakaknya. Aku sangat paham dengan semua itu.
Kania .. perlu kamu tau, setelah
menulis surat ini aku akan langsung pergi ke rumah sakit. Dengan sangat senang,
aku berniat akan memberikan dua mata yang sempat kamu puji dulu pada orang yang
kamu cintai sekarang..
Mungkin ketika
kamu membaca surat yang ku tulis ini, aku sudah tak dapat melihat lagi indahnya
dunia, tak dapat lagi memandang cantiknya wajah mu serta tak dapat lagi menatap
betapa eloknya senyummu.
Tapi aku bahagia Kania, aku bahagia
karena meskipun aku sudah tak bisa lagi melihat semua itu secara langsung, kedua
mataku akan tetap bisa melihat indahnya senyum dan parasmu. Walau bukan dari
pelupuk mataku sendiri, tapi aku tidak mengapa. Asalkan kamu bisa bahagia
bersama orang yang kamu cintai. Aku pasti akan merelakan semua itu demi kamu
Demi kamu
Kania. And you know what?? I will always love you.. Now and forever
Kemal yang selalu mencintaimu.’
Spontan surat itupun jatuh terlepas dari tanganku.
Lututku terasa lemas, nyaris ambruk karena tak bisa lagi menopang tubuh
tinggiku. Wajahku sudah penuh dengan air mata.
Air mata kesedihan yang muncul begitu saja. Aku
sungguh tak kuasa menahan semua ini, Kemal
sebesar itukah cintamu untukku? Sampai kamu rela memberikan dua mata
indahmu untuk lelaki yang aku cintai.
Aku pun ambruk, namun dengan sigap Gilang menangkap
tubuhku. Saat ini otakku benar-benar sulit untuk berpikir. Tak sejernih
biasanya.
Kemaaall ..kenapa kamu lakukan semua ini?? Ratapku dalam hati.
“Jadi
begitu mbak.. Mas..!! sebelum Mas Kemal benar-benar pergi untuk selamanya, mas
Kemal itu sudah lama mengidap kanker otak stadium akhir. Ketika dokter memvonis
usia mas Kemal yang tak lama lagi, mas Kemal pun akhirnya berniat untuk
mendonorkan matanya pada mas Gilang. Saya tidak kuasa mendengarkan curhatan mas
Kemal waktu itu, saya sangat iba padanya. Kedua orang tuanya sudah sangat lama
hidup berjauhan dengan mas Kemal. Tidak ada rasa peduli dari mereka untuk mas Kemal,
hingga ajal menjemput pun mas Kemal tak ditemani oleh kehadiran nyonya dan
tuan.” Papar pembantunya yang bernama Asih itu
Sungguh
aku menyesal, karena sebagai sahabatnya aku sendiri tidak begitu peka terhadap
masalah yang dihadapi oleh Kemal. Aku merasa sangat bersalah sekarang.
Air mata terus bercucuran membasahi wajahku. Gilang
pun tak henti-hentinya menenangkanku. Memeluk tubuhku yang lemah tak berdaya
ini. Asih pun sama halnya dengan ku. Meratapi kemalangan yang menimpa pada
Kemal, namun beruntungnya dia. Karena sebelum Kemal menghembuskan nafasnya yang
terakhir, Asih berada menemani majikannya itu.
Ya Tuhan, sebesar itu
cinta Kemal untukku? Tapi kenapa aku gak bisa membalasnya sedikitpun. Sesakit
itukah Kemal? Bahkan aku sendiri pun tidak ada disisinya ketika ia meregang
nyawanya.
Sahabat macam apa aku ini? Yang tak bisa membuatnya
tersenyum dikala dia membutuhkan kehadiranku. Aku benar-benar bodoh. Kini aku
sudah kehilangan Kemal selama-lamanya. Mungkin hanya dua matanya yang indah lah
yang sekarang berada di dekatku. Ya, dua mata yang kini menjadi milik Gilang.
Seperti
janjinya, keesokan harinya Asih pun mengantarkan aku dan Gilang ke tempat
peristirahatan terakhirnya Kemal. Sesungguhnya aku merasa tak kuat menahan air
mataku agar tak jatuh kembali ke bumi, tapi apa daya?
Aku hanya perempuan yang cengeng dan lemah. Gilang
selalu menguatkan ku, meyakinkan bahwa aku bisa menghadapi semua ini.
Dan saat ini, aku sudah berada di hadapan nisan Kemal
yang menjulang di atas tanah yang menggunung dipenuhi oleh bunga-bunga. Aku
menahan diri agar tidak menangis dihadapan nisan Kemal. Tapi aku gak bisa.
Tangis pun pecah.
Betapa sakitnya hati ini, kenyataan yang pahit. Kemal
sudah berada bersama pemilikNya, Kemal sudah kembali kepada pemilikNya. Aku
hanya bisa berdoa, semoga ia diberi tempat yang layak disisiNya.
Semoga ia tenang berada disisiNya, tanpa harus
merasakan sakit lagi. Ya Tuhan, ampunilah ia .. Ia adalah orang yang sangat
baik. Bahkan paling baik diantara siapapun yang pernah aku kenal selama ini.
Bahagiakan dia disisimu..
Aku mengisak, air mataku sudah banyak berjatuhan.
Kurasakan sentuhan tangan yang mengusap-usap dilenganku. Aku melirik ke
sampingku. Gilang tampak tersenyum samar, ku tatapi lekat-lekat matanya yang
indah.
Mata yang sama dengan mata
yang digunakan Kemal ketika menatapku. Mata
yang sama dengan mata yang ia pertunjukkan ketika ikut bahagia melihatku.
Ah... Aku tak kuasa ya Tuhan. Ku palingkan wajahku. Menatap sendu tanah yang
menggunung dihadapanku.
'Kamu sahabat terbaikku, maafkan aku jika
aku sempat mengecewakanmu. Maafkan aku karena aku tidak pernah bisa mencintaimu
seperti aku mencintai Gilang sekarang. Terimakasih atas kebaikanmu. Terimakasih
karena kamu sudah menitipkan dua mata indahmu pada lelaki yang kucintai.
Terimakasih banyak Kemal, tanpamu aku tak akan bisa bahagia dengan Gilang'
Kutabur bunga-bunga indah ke atas pemakamannya. Semoga
kamu melihatku disini Kemal. Aku selalu menyayangimu, dan rasa sayangku padamu tak
akan pernah pudar sampai kapanpun.
THE END ~
0 komentar:
Posting Komentar