CERPEN : TRUST of LOVE




Main Cast :

1. Tiara Miccel

2. Matthew Orlando Alexander

3. Reizenna Amarta

4. Nevil Arianto

5. Mark Eligen Fedric



PESAN BUAT PEMBACA : DILARANG KERASMENG-COPPAS KARYA ORANG LAIN TERUTAMA KARYA SAYA INI -_______________- 



SELAMAT MEMBACA DAN ENJOY ~






               Aku mencintai Matt, begitupun juga sebaliknya. Tapi terkadang aku sering merasa kesal kalau melihat Matt yang sering menghabiskan waktunya bersama Zenna sahabatnya. Masih ingat dengan Zenna? Dia pacarnya Nevil sekaligus sahabat dari lelaki yang kini sudah berstatus sebagai pacarku. Oke! Aku mengerti kenapa mereka sangat dekat dan akrab seperti itu, karena mereka sudah bersahabat sejak lama sebelum aku muncul di kehidupan Matt.

Namun tak bisa di pungkiri rasa cemburu itu pasti ada. Rasa gak suka ketika melihat kedekatan Matt dan Zenna pasti tersirat. Meskipun aku tau Zenna itu pacarnya Nevil tapi tetap saja bagi ku Zenna adalah rival yang bisa saja mendepak posisi ku di hati Matt. Terlebih Zenna mempunyai wajah yang cantik dan tidak menutup kemungkinan Matt bisa saja tertarik pada Zenna lebih dari sekedar sahabat.

Oh Tuhan! Apa aku terkesan picik jika berpikiran seperti itu?

               Aku tidak mau munafik. Aku mencintai Matt dan aku gak mau perhatian Matt terbagi dengan perempuan lainnya. Matt hanya untuk Tiara dan Tiara hanyalah milik Matt. Matt tidak boleh terlalu dekat dengan Zenna. Sekalipun itu adalah sahabatnya sendiri. Walaupun hubungan pacaran kami—aku dan Matt—masih bisa di katakan baru seumur jagung tapi ntah kenapa hatiku sudah terlalu dalam mencintai seorang Matthew Orlando Alexander. Lelaki tampan penuh pesona berdarah Indonesia-Belanda.

               “Matt .. apa bahkan kamu lebih mementingkan Zenna ketimbang aku yang pacar kamu sendiri?” protesku ketika Matt lagi-lagi membatalkan acara kencan kami yang sudah ke sekian kalinya.

Matt menghela panjang lalu berbalik menghadapku kemudian merengkuh kedua bahuku lembut, “Tiara Miccelku sayang .. kamu ngerti dong. Aku sama Zenna itu udah sahabatan lama,, dan aku gak mungkin biarin Zenna sendirian pergi ke luar kota. Sementara Nevil gak bisa temenin dia karena lagi ada urusan penting sama kegiatan kuliahnya juga..” ujar Matt berusaha meyakinkanku—lagi.

Aku mendesah jengah dan menghempaskan kedua tangan Matt yang merengkuh kedua bahuku. Lalu ku balikkan badanku memunggunginya, sungguh aku kesal dan tidak terima kalau Matt akan pergi menemani Zenna ke luar kota. Di sana mereka pasti berduaan kan? Dan tanpa adanya aku, apa mereka bisa menjaga jarak mereka disana?

               “Sayang .. mau sampai kapan sih kamu gak percaya sama aku hem?” tegur Matt yang memelukku dari belakang. Menumpukan dagunya di pundak kananku.

Jujur. Aku seneng kalau Matt meluk aku dari belakang seperti ini. Rasanya itu nyaman banget dan aku gak akan pernah bosan sekalipun dia memelukku selama berjam-jam lamanya. Hehe. Namanya juga cinta, wajar dong kalau kesenengan di peluk sama pacar sendiri.

               “Trust me babe .. aku mencintaimu dan cuman kamu yang ada di hatiku. Zenna itu sahabat aku dan dia pun udah aku anggap sebagai adikku sendiri .. lagian mana mungkin sih aku suka sama Zenna. Dia kan udah punya Nevil dan aku juga udah punya kamu...” tuturnya seraya mencium pelipisku berulang kali.

Ini yang bikin aku gak bisa marah lama-lama sama Matt. Dia selalu berhasil meluluhkan hatiku. Dia selalu pandai melunakkan kerasnya kepalaku. Kalau sudah begitu mau gimana lagi, selain aku yang harus merelakan Matt pergi bersama Zenna ke luar kota untuk beberapa hari ke depan. Ya, mereka akan keluar kota lebih tepatnya ke Surabaya bersama Zenna. Huft ..

               “Tapi kamu janji yah .. kalau udah di sana jangan lupa kabarin aku. Kamu kan tau aku orangnya parnoan .. pokoknya kamu harus hubungin aku setiap dua jam sekali. Okey!” pesanku sembari membalikkan tubuhku hingga berhadapan dengan Matt.

Matt pun tersenyum manis. Ya Tuhan! Manisnya itu loh melebihi manisnya gula jawa yang selalu di campur dengan jus alpukat yang setiap sore di bikinkan mbok Asih buat papa. Bikin meleleh setiap mata yang melihat, you know? Dan itu berlaku juga untukku yang kini berada di hadapannya.

               “Siap cantik. Jangankan di suruh dua jam sekali .. bahkan kalau perlu aku telponin kamu setiap satu menit sekali deh.” Ujarnya membuatku tergelak geli lalu memeluknya erat sembari membenamkan mukaku di dadanya yang bidang.

               “I Love you Matt..” bisikku

               “I Love you more Tiara Miccel..” balasnya hangat dan membelai rambutku penuh cinta.


----TRUSTofLOVE----


Jangan lupa makan hon :*

Sender, Matthew my Love


               Aku tersenyum lebar saat menerima pesan singkat dari Matt. Sudah tiga hari kami berpisah jarak. Ntah kapan Matt kembali ke Jakarta, saat aku menanyakan kapan dia pulang dia hanya menjawab dia akan pulang jika tugas survey miliknya Zenna sudah selesai secara keseluruhan. Huft ..

Gak enak banget yah LDR-an itu. Memang sih selama kita berjauhan Matt selalu tidak absen menelponku. Kalau Matt gak sempet nelpon pasti dia sms aku, atau BBM aku paling mentok. Ya ampun aku kangen Matthew ...

Tok tok tok

Aku tersentak kecil saat mendengar suara ketukan pintu yang berasal dari luar kamarku. Siapa sih? Gak tau orang lagi males gerak apa? Huh~

               “Siapa?” teriakku sebelum beranjak membukakan pintunya.

               “Mbok Asih non..” sahut si pengetuk pintu.

Oh Mbok Asih?

Hah~ Dengan malas aku pun bangkit dari posisi tiduran santaiku, lalu menyeret kakiku menginjak lantai kamar tanpa alas kaki dan beringsut membukakan pintu kamarku sendiri. Berdirilah mbok Asih yang setengah membungkukkan badannya ketika berhadapan denganku.

               “Ada apa mbok?” tanyaku menatap mbok Asih di ambang pintu.

               “Maaf mengganggu non Tiara .. tapi di depan ada yang mencari non Tiara..” katanya santun.

Mencariku? Siapa?

Aku menaikkan sebelah alisku sambil bersedekap, “Siapa?” tanyaku kembali.

               “Mbok juga ndak tau non .. tapi katanya sih dia temennya non Tiara..” jawab mbok Asih membuatku lagi-lagi mengernyitkan dahi.

Haduh. Siapa sih? Perasaan aku gak lagi janjian mau ketemu sama temen kampus atau temen sepermainan deh. Lagian temen-temenku kan lagi pada sibuk sendiri sama urusannya masing-masing. Terus yang nyari aku siapa dong? Hah~

               “Ya udah bilang aja suruh nunggu. Bentar lagi aku turun!” ucapku setelah jeda beberapa detik.

               “Baik non..” angguk mbok Asih lalu pamit undur diri.

Brug.

Ku tutup kembali pintu kamarku. Lalu merenung beberapa saat sambil memikirkan teman mana yang tiba-tiba datang ke rumah mencariku?

               Dari pada penasaran sendiri lebih baik aku turun aja deh temuin dia. Siapa tau dia ada urusan penting sama aku, sampai rela-rela datang ke rumah tanpa memberitahuku dulu sebelumnya. Aku pun membuka kembali pintu kamarku, ku langkahkan kedua kaki jenjangku menuju tangga dan menuruninya dengan santai.

Selepas aku menuruni semua anak tangga, akhirnya aku pun sampai di ruangan tamu. Aku mengernyit lagi saat aku tidak menemukan siapa-siapa di ruangan tamu ini. Lho? Bukannya mbok Asih bilang ada tamu buat aku yah? kok malah gak ada sih?

               “Mbookk!! Mbok As—“

               “Hay Tiara!!” suara itu sukses menghentikan teriakanku yang ingin memanggil mbok Asih. Betapa terkejutnya aku hingga tubuhku membeku saat mendapati sosok masa lalu ku muncul begitu saja ke hadapanku.

Ya Tuhan! Mau apa dia datang ke rumahku? Dan dari mana dia tau alamat rumahku ini? Astaga~

               “Long time no see honey .. i miss you so much!!” ucapnya sembari merentangkan kedua tangannya dan hendak melangkah menghampiriku jika saja aku tidak cepat menghentikannya.

               “Jangan mendekat!” cegahku membuatnya berhenti dan menatapku bingung.

               “Why? Kenapa honey? Aku kangen sama kamu .. kenapa kamu—“

               “PERGI!” bentakku tanpa segan.

Dia menaikkan kedua alisnya, “Kamu mengusirku?”

               “AKU BILANG KAMU PERGI!!” ulangku dengan nada tertinggi dan mata yang menatapnya tajam.

               “No! Aku gak akan pergi sebelum aku melepas rasa rindu aku sama kamu honey—“

               “Dan jangan panggil aku sama sebutan memuakkan itu lagi!” tambahku mengingatkannya bahwa aku sudah muak dengan panggilannya itu.

               “Tiara Miccel .. kenapa kamu berubah? Aku bahkan sengaja menyusulmu kesini honey.. apa kamu tidak merindukanku?”

               “PERGI SEKARANG ATAU AKU PANGGIL SATPAM BUAT NGUSIR KAMU MARK!!” teriakku lagi dengan emosi yang semakin membuncah.

Dia pun mengangkat kedua tangannya bertanda menyerah, “Oke oke .. aku akan pergi.. tapi perlu kamu tau honey .. aku akan tetap kembali dan memintamu untuk tidak lagi pergi dari hidupku.” Ucapnya final sebelum akhirnya dia melengos meninggalkan rumahku.

               Aku membuang nafas lelah. Seperginya dia tubuhku pun meluruh ke lantai. Kedua tanganku menutup wajahku yang sudah mulai basah oleh air mata yang tiba-tiba mengalir dengan derasnya tanpa bisa di cegah. Kenapa dia harus kembali? Kenapa dia kembali lagi? KENAPA DIA MUNCUL LAGI DALAM HIDUPKU?

Aku benci .. aku benci .. AKU BENCI KAMU MARK!!!


----TRUSTofLOVE----


               Hari ini Matt pulang. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya, tidak sabar ingin memeluknya dan tidak sabar ingin menumpahkan segala keluh kesahku selama ini pada Matt. Ah Matt cepatlah muncul karena aku sudah sangat ingin berlari dan memelukmu dengan erat.

Siang ini aku berdiri seorang diri di lobby bandara, menunggu Matt yang sebentar lagi muncul bersama Zenna tentunya. Aku tidak terlalu mengharapkan Zenna karena satu-satunya orang yang aku harapkan kemunculannya saat ini hanyalah Matt. Matthew Orlando Alexander.

               Saat kedua mataku menemukan sosok lelaki tampan beraksen Belanda tengah muncul berdampingan dengan seorang perempuan yang tak lain adalah sahabatnya, saat itu pula senyuman lebarpun merekah di bibirku. Matt .. akhirnya setelah sekitar seminggu aku berpisah dengannya, aku pun kini sudah bisa melihat wajahnya lagi. Ya Tuhan! Betapa rindunya aku pada lelaki itu.

               “Matt!” seruku saat sosok Matt dan Zenna sudah semakin mendekat ke arahku berdiri sekarang.

               Merasa dirinya di panggil, dia pun mendongak dan tersenyum lebar saat melihatku yang melambaikan sebelah tangan ke arahnya. Dengan langkah besar dia pun menarik Zenna untuk berjalan mendekatiku. Aku melihat expressi Zenna begitu sebal saat dirinya di seret-seret oleh Matt. Haha. Maafkan Matt Zenna, mungkin Matt sudah tidak sabar juga ingin memelukku.

               “Matt!!” panggilku lagi saat dia sudah berada beberapa langkah di hadapanku.

               “Tiara .. i miss you babe!!” sahut Matt dengan kedua tangannya yang terentang lebar mendekatiku.

Aku tersenyum bahagia seraya berlari kecil ke arahnya dan menubruk tubuhnya dengan pelukanku, membuat Matt hampir kehilangan keseimbangan namun dengan sigap dia menahan tubuhnya agar tidak terjatuh sekaligus membalas pelukan rinduku.

               “Aku merindukan mu Matt..” bisikku di tengah pelukan kami.

               “Apalagi aku .. hampir seminggu gak ketemu sama kamu.. rasanya hambar banget kayak air tawar..” ocehnya membuatku terkekeh geli.

               “Duuhh .. romantis-romantisannya di pending dulu dong. Di sini ada yang envy nih...” celetuk Zenna yang ku tau kini sedang mencibir melihat kami—aku dan Matt—berpelukan.

               “Hahaha .. kasian banget sih yang pacarnya masih sibuk sama kegiatan kampusnya. Di telantarin deh kayak anak hilang..” goda Matt membuat Zenna merengut kesal.

               “Berisik!” sentak Zenna mencubit pinggang Matt gemas.

               “Aduduuh sakiitt .. sayang liat aku di cubit sama cewek macan itu sayang..” adu Matt sembari bersembunyi ke belakang punggungku yang jelas-jelas lebih kecil dari tubuh tegapnya.

               “Diihh .. alay banget sih lo bule! Jijik gue ... “ jerit Zenna bergidik sendiri.

               “Tau deh yang gak di jemput sama pacarnya, jadinya meradang ngamuk sama orang lain.. hahaha.” Ejek Matt membuat Zenna semakin kesal dan melemparkan tatapan pembunuhnya.

               “Udah udah ah .. kalian tuh berantem terus deh. Mending kita pulang aja yuk! Kan gak enak berantem di tempat umum kayak gini.” tukasku menengahi

               “Ahaha .. iya sayang iya ...” angguk Matt merangkulku dari samping “Zen, lo mau ikut kita?” tawar Matt beralih pada Zenna.

               “Hemm.. engga deh .. gue tau kalian mau kangen-kangenan .. jadi dari pada gue di jadiin kambing congek sama lo berdua,, mending gue balik sendiri pake taksi!!” tolak Zenna seakan mengerti dengan keinginanku yang memang hanya mau berduaan dengan Matt.

Ku lirik Matt yang mengernyitkan dahinya menatap Zenna ragu, “Yakin lo gak mau ikut kita aja?”

               “Yakin lah .. ngapain juga gue gangguin kalian.” Sahut Zenna dengan gaya khasnya.

               “Sayang .. kalau kita anterin Zenna pulang dulu gak apa-apa kan?” tanya Matt meminta izin padaku.

Huh. Kenapa sih Matt selalu memprioritaskan Zenna terus? Apa dia gak tau kalau aku udah kangen banget dan pengen ngabisin waktu berduaan doang sama Matt tanpa di ganggu siapapun?

               “Tiara sayang .. kamu gak keberatan kan?” tegur Matt lagi memasang puppy eyesnya.

Hah. Kalau udah pasang muka melas begitu, aku bisa apa selain mengiyakan kemauannya? Ya sudahlah, cuman nganterin Zenna pulang doang kan? Sehabis itu aku bisa berdua-duaan dengan Matt tanpa gangguan lagi.

               “Iya deh gak apa-apa!” jawabku setengah terpaksa.

Matt tersenyum lega lalu mengecup pipiku sekilas, “Makasih yah ..” ucapnya berbisik lalu beralih menatap kembali Zenna “Yuk gue anter lo balik!” ucapnya mengejutkan Zenna yang sedang fokus ke layar Iphonenya.

Zenna mendongak dengan matanya yang melebar, “Hah? lo mau nganter gue? engga deh engga .. gue naik taksi aja!” tolak Zenna merasa sungkan.

               “Alah .. taksi kelamaan .. mending gue anter. Ayo!!” desaknya meraih tangan Zenna dan menariknya bersamaan dengan menggandengku juga.

Kalau di pikir-pikir sikap carenya Matt sama Zenna itu gak ada bedanya yah sama perlakuannya padaku. Bahkan aku merasa Zenna selalu di utamakan oleh Matt. Sedangkan aku? Ya seperti itulah, terlalu sakit kalau harus kembali di jabarkan secara rinci. Huh~


----TRUSTofLOVE----


               “Pesanan datang ...” seru Matt membuyarkan lamunanku.

               Secangkir cappuchino hangat sudah tersaji di hadapanku. Matt pun duduk di kursi yang bersebrangan dengan kursi yang ku duduki. Ia melahap pasta pesanannya, sepertinya Matt benar-benar lapar. Karena tidak membutuhkan waktu lama untuk dia bisa menghabiskan satu piring pasta yang baru saja di pesannya itu.

               “Kamu lapar banget yah Matt?” tegur ku saat melihat piring pastanya langsung kosong tak bersisa.

Matt mendongak dan nyengir lebar sembari membersihkan mulut belepotannya dengan tisue yang tersedia di atas meja, “Maklum sayang .. sebelum take off tadi aku gak sempet makan dulu. Jadinya begini deh hehehe..” ujar Matt sambil meneguk minuman dinginnya.

               Aku pun terkekeh geli sembari menggeleng-gelengkan kepala. Dasar Matt! Ajaib banget sih kelakuannya. Di saat cowok-cowok lain selalu menjaga pencintraannya di depan pacarnya, justru Matt malah terang-terangan bersikap apa adanya tanpa rasa malu atau canggung sedikitpun.

Matthew .. karena sikap apa adanya itu lah aku mencintainya. Karena tingkah konyolnya itu lah aku menyayanginya. Dan karena perhatiannya juga lah aku gak pernah bisa jauh dari hidup Matt.

               “Kamu kok gak mesen makanan yang? Apa gak lapar?” tanya Matt menopang dagu dengan satu tangannya.

Aku menggeleng, “Engga .. aku udah makan kok tadi..”

               “Oohh pantes .. oh iya .. abis ini kita mau kemana lagi?” sambung Matt dengan sebelah tangan terulur ke arahku dan menyampirkan anak-anak rambutku ke belakang telinga.

               “Pulang aja deh ..”

               “Kok pulang?” alis Matt naik sebelah

               “Ya pulang aja .. lagian kamu kan baru aja pulang dari luar kota .. pasti capek. Mana tega sih aku biarin pacar aku kecapekan cuman gara-gara pengen berduaan terus sama kamu..” tuturku membuat Matt tersenyum lebar menatapku lembut.

               “Ya ampun.. aku jadi terharu..” gumam Matt membuatku tersipu.

               “Apaan sih?” desisku sambil memalingkan muka ke arah lain.

Melihatku yang mulai salah tingkah karena tatapan lembutnya itu, Matt pun malah tergelak tawa seolah aku ini adalah objek lucu yang patut untuk di tertawakan. Ih dasar! Nyebelin~

               “Udah deh .. gak usah ketawa!” tukasku memangku tangan.

               “Hahaha .. abisnya muka kamu lucu gitu kalau lagi malu-malu .. hahaha ..” katanya di sela-sela tawanya yang masih membahana.

Tuh kan! Matt itu kalau udah resek bikin orang sebel tau gak. Lama-lama aku gantung juga deh dia di pohon toge.

               “Ah kamu udah ah .. kebiasaan kalau udah ketawa gak berhenti-berhenti..” ucapku membuatnya semakin renyah tertawa.

Huh. Sekalinya dia ada di hadapanku, dia malah ketawain aku. Lagian apanya yang lucu coba? Aneh deh. Huft ...

               “Matt udah! Kalau kamu gak berhenti ketawa .. aku pulang.” Ancamku dan seketika tawa Matt pun berhenti.

Matta berdehem sejenak, “Iya deh iya maaf .. kan aku ketawa juga gara-gara kamu yang..” cetusnya sambil mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.

               “Ya udah sih ... pulang yuk! Udah sore nih ..”ajakku setelah melihat ke luar jendela. Kayaknya mau hujan, udah mendung juga tuh langit biru.

Matt ikut melirik ke luar jendela, “Udah mendung yah .. ya udah yuk pulang! Keburu hujan ntar malah kejebak .. mana kita pake motor lagi kesininya.”

               “Yang ngusulin buat pulang dulu ke rumah terus bawa motor dulu siapa hayo?” ujarku menyudutkan Matt.

               Sepulang dari bandara tadi kita emang nganterin dulu Zenna pulang ke rumahnya menggunakan mobil yang ku pakai saat menjemput Matt ke bandara. Namun, setelah mengantarkan Zenna Matt pun meminta ku untuk mengembalikan mobilku ke rumah. Setelah itu dia mengajakku ke rumahnya memakai taksi dan saat sudah sampai di rumahnya, Matt memasukkan dulu koper kecilnya ke dalam rumah lalu kembali pergi menuju cafe ini menggunakan motor kesayangannya.

               “Iya makanya ayo kita pulang! Aku gak mau kalau sampe nanti kamu kena hujan..” ajak Matt yang sudah berdiri lalu menarikku pelan hingga ikut berdiri.

Aku selalu senang kalau Matt sudah mencemaskan aku seperti barusan. Perhatian yang ia berikan selalu mampu membuatku terenyuh. Ah Matt .. aku benar-benar mencintaimu..

               “Udah siap sayang?” tanya Matt setelah kita berdua berada di atas motor gede kesayangannya.

               “Siap bos!” seruku tak lupa melingkarkan kedua tanganku ke pinggang Matt.

               “Oke lets go!!” seru Matt juga lalu melajukan motornya meninggalkan cafe yang baru saja kami jamah.

Wushh ...

Motor pun melaju dengan kecepatan normal. Meskipun di langit sudah terlihat mendung seperti akan turun hujan, tapi Matt tidak mau menjalankan motornya dengan buru-buru. Dia hanya takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Maka dengan tenangnya Matt pun melajukan motornya dalam keadaan biasa-biasa saja.

               Setelah menempuh perjalanan pulang selama kurang lebih dua puluh menit, akhirnya kami pun sampai di halaman rumahku. Untunglah hujan belum mau turun, jadi kamipun selamat dari guyuran air hujan yang bisa menyebabkan kami basah kuyup. Aku pun melompat turun dari atas motor Matt. Ku lepas helm pink yang selalu Matt bawa jika memboncengku, lalu ku berikan ke pada Matt.

               “Kamu gak mau mampir dulu Matt?” tawarku

               “Engga deh sayang .. badan aku udah lengket banget. Gerah .. pengen cepet-cepet mandi..” tolaknya setelah menaikkan kaca helmnya.

               “Hemm .. ya udah deh .. kalau gitu hati-hati yah! jangan ngebut-ngebut ..” pesanku sebelum Matt berniat untuk menggas motornya.

               “Iya sayang .. kamu masuk gih!” suruhnya kemudian

Aku mengangguk lalu menuruti apa kata Matt, namun sebelumnya aku mendaratkan kecupan ringan di pipi Matt. Matt hanya tersenyum geli saat kedua pipiku blushing karena habis menciumnya. Ah aku malu!

Aku pun berlari meninggalkan Matt dan masuk ke dalam rumah. Saat aku mengintip dari balik tirai jendela ku lihat Matt pun sudah menggas motornya lalu tak lama kemudian dia pun melajukan motornya meninggalkan halaman rumahku.

               Senyuman bahagia pun mengembang di bibirku. Menyingkapkan kembali tirai jendela kemudian berbalik menyandarkan punggungku di jendela itu. Kedua tanganku menangkup kedua pipiku yang masih menghangat akibat mencium pipi Matt tadi. Ya ampun! Aku suka malu sendiri deh kalau berinisiatif mencium Matt seperti tadi. Padahal Matt juga udah sering banget cium aku, tapi kok reaksinya beda yah. Haha. Ntahlah! Mungkin karena aku cewek dan Matt cowok. Wajarlah kalau reaksinya berbeda.

               “Jadi itu alasan kamu tidak mau berhubungan lagi denganku, Tiara!”

Deg!

Aku tersentak saat mendengar suara berat milik seseorang dari masa laluku tiba-tiba menggema di pendengaranku. Seketika senyumanku memudar, ku tegakkan tubuhku yang semula bersandar ke jendela, lalu ku tengokkan kepalaku ke arah kiri. Dan di sanalah aku melihat sosok itu tengah berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di dada tampak menatapku lurus.

               “Mark!” gumamku setengah memekik

               “Kenapa Tiara? Kenapa kamu memilih lelaki lain di banding aku?” tanya Mark melangkah ke arahku.

Kenapa Mark bisa ada di dalam rumahku? Siapa yang sudah mengizinkan dia masuk ke dalam rumah tanpa sepengetahuanku. Dan .. sejenak aku menolehkan kepalaku ke luar jendela. Astaga! Kenapa aku baru sadar kalau di halaman rumah sana ada mobil Mark terparkir. Ya Tuhan!

               “Kenapa kamu memilih lelaki lain Tiara?” tanya Mark lagi dan yang membuatku terkejut kini posisinya sudah berada tepat satu langkah di depanku.

Aku menahan nafas sejenak, namun kembali ku normalkan dan menatap Mark dengan dingin dan datar.

               “Udahlah Mark .. hubungan kita itu udah selesai. Gak ada lagi yang bisa kita bahas.. lagi pula bukannya kamu sudah mau bertunangan dengan Angel? Kenapa kamu malah kembali datang ke hidup aku lagi?” tuturku dengan dagu terangkat penuh keangkuhan.

Mark mendesah kecil, lalu ia pun merengkuh bahuku “Engga Tiara engga! Aku gak jadi tunangan sama Angel .. dia itu wanita ular .. dia cuman menginginkan kekayaan aku aja dan aku udah putusin dia. Aku nyesel udah pernah ninggalin kamu demi wanita licik itu Tiara .. aku nyesel...” ucapnya membuatku tertegun beberapa saat.

Menyesal? Setelah penghianatan yang ia buat bersama sahabatku sendiri dia baru bilang menyesal sekarang. Oh God! Kemana saja dia waktu itu? Kemana saja dia saat aku membutuhkannya dan dia lebih memilih Angel sahabatku di bandingkan aku yang mati-matian mencintainya.

               “Please Tiara ... beri aku kesempatan! Aku janji akan merubah segalanya .. bahkan di hati aku .. itu masih tersimpan nama kamu. Bukan Angel ataupun yang lain.. cuman kamu Tiara .. cuman kamu!!” paparnya lagi mengguncang bahuku pelan.

               Aku memejamkan kedua mataku, mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan lewat mulutku. Ku turunkan kedua tangan Mark yang menyentuh bahuku. Lalu ku tatap dia lekat-lekat. Ku lihat sorot mata Mark begitu sendu dan mengandung sorot kecewa. Ya Tuhan! Lelaki ini .. lelaki yang dulu aku cinta tapi sekarang? Rasa cinta itu telah musnah dan tergantikan oleh sosok lainnya yang lebih membuatku merasa nyaman di banding dengan Mark saat dulu.

               “Maaf Mark ... kamu udah terlambat. Aku udah punya pilihan sendiri yang jauh lebih bisa membuatku merasa nyaman ... yang jauh lebih bisa menghargai keberadaanku.. aku gak bisa kembali sama kamu lagi Mark. Maafin aku!!” ucapku berusaha lembut dan tidak menyakiti hatinya. Setidaknya aku tidak mempunyai naluri kejam seperti dia dulu yang mencampakkanku demi sahabat—ralat mantan sahabatku lebih tepatnya.

Mark mendesah gusar lalu mengerang sambil meremas rambutnya frustasi, ada rasa iba yang muncul dari dalam diriku. Hanya saja aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena aku pun gak tau harus melakukan apa terhadap Mark. Terhadap lelaki yang sempat membuatku terluka sebelum aku bertemu dengan Matt di mall beberapa bulan yang lalu.


---TRUSTofLOVE---


               Hari ini aku ada janji kencan sama Matt. Ya, malam minggu yang ku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Jarum jam sudah bertengger di angka 7 dan aku sudah siap dengan penampilanku. Dress putih bermotif bunga-bunga selutut tanpa lengan di padukan dengan wedges hitam yang bermotif kupu-kupu di bagian tengah kakinya dan seuntai kalung cantik yang melingkar di leherku.

Rambut sepunggungku terurai dengan bebas, karena aku tau Matt paling suka dengan rambut hitamku yang di urai tanpa pernak-pernik segala macamnya.

               Aku menghembuskan nafasku lewat mulut, menunggu kedatangan Matt yang akan menjemputku tak lama lagi. Aku tidak sabar ingin melihat penampilan Matt malam ini, setidaknya aku bisa membedakan penampilan casual Matt dengan penampilan khususnya malam ini. Hihihi. Aku membayangkan Matt memakai jeans hitam di padukan dengan kemeja putih yang di lapisi oleh jas polos berwarna hitam, dengan rambut bergaya spikenya dan wajahnya yang semakin menawan luar biasa.

Ah~Matt cepatlah datang. Apa kamu tidak tau kalau aku sudah sangat merindukanmu? Haha.

Tin tin

               Suara klakson. Aku yakin itu pasti klakson mobilnya Matt. Buru-buru ku langkahkan kedua kakiku yang terbalut oleh wedges hitam ini beranjak dari ruang tamu menuju pintu utama. Ku tarik pintu hingga terbuka dan terpampanglah pigeon silver milik Matt yang terparkir di depan teras rumahku ini.

Brug.

Matt pun keluar dari dalam mobilnya dan berjalan ke arahku yang masih berdiri di ambang pintu sambil tak lepas memperhatikannya dari ujung sepatu pentopel hitamnya, naik ke celana jeans birunya, naik lagi ke kemeja putihnya yang di lapisi oleh jas polos berwarna abu-abu tua dan berakhir di gaya rambut spikenya.

Hem.. not bad!!

Walaupun perkiraanku salah sedikit, tapi aku masih suka sama penampilannya malam ini. HE IS SO HANDSOME TONIGHT!!

               “Udah puas liatin pacar tampan mu ini hem?” celetuk Matt membuatku mengerjapkan mata seketika.

Lalu aku mendengus dan memukul lengannya pelan, “Lama banget sih .. dasar jam karet!” protesku mencebik setengah kesal.

               “Maaf sayang .. tadi abis nemenin dulu Zenna.. jadinya agak telat jemput kamunya..” katanya yang sukses membuatku mendongak menatapnya curiga.

Matt memutar matanya sekilas, “Aku nganterin Zenna ke rumah sakit .. sepupunya ada yang di rawat di sana .. Nevil kebetulan lagi ada urusan keluarga katanya. Jadi aku anter aja dia dulu .. kan kasian kalau dia—“

               “Oke oke! Zenna emang selalu menjadi prioritas kamu. Gak usah di jelasin secara rinci juga aku udah paham kok.” Potongku sebelum Matt menjelaskan secara detailnya lagi.

Kesel.

               Di saat aku ada waktu untuk berkencan dengan Matt pun, Zenna selalu muncul di tengah-tengah. Gak ini lah .. gak itu lah .. selalu Zenna yang di utamakan. Bahkan Matt lebih memilih datang menjemputku dengan terlambat hanya karena mengantarkan dulu Zenna ke tempat lain.

Zenna .. Zenna ... Zenna .. sampai kapan sih hubunganku dengan Matt di bayang-bayangi oleh sahabatnya bernama Zenna itu hah? Apa bahkan kalau Zenna sudah menikah dengan Nevil pun dia akan selalu menggelayuti Matt? Atau sebaliknya, kalau Matt sudah menikah denganku apa Zenna masih akan tetap membayang-bayangi pernikahan kami?

                “Sayang kamu gak marah kan?” tegur Matt mengangkat daguku dan meluruskan wajahnya dengan wajahku.

Aku memalingkan mataku ke arah lain, tidak mau menatap mata Matt secara langsung. Aku tau dia bisa membaca sorot mataku seperti apapun. Dan aku tidak mau kalau sampai Matt menebak lagi apa yang sedang ku kesalkan sekarang.

               “Sayang come on .. aku cuman—“

               “Iya gapapa kok. Ya udah ayo cepetan! Keburu malem ntar ..” selaku lagi lalu menghentakkan kaki sambil berjalan menuju pintu mobil penumpangnya.

Ku dengar Matt menghela nafas kasar, namun tak berlangsung lama Matt pun menyusul masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Melirikku sekilas lalu menarik persneling mobilnya dan segera memacu mobilnya keluar dari halaman rumahku.

               Di tengah perjalanan kami sama sekali tidak mengeluarkan kalimat apapun yang bisa memupus keheningan yang ada. Baik aku maupun Matt, tidak ada satupun di antara kami yang mencoba untuk membuka suara. Rasanya hening. Sunyi. Sepi. Pokoknya suasana canggung pun terasa menyeruak dalam mobil ini. It is so awkward.

Hingga akhirnya ..

               “Aku—“

Aku menoleh ke arah Matt, begitupun juga dengan Matt yang menolehku bersamaan. Bagaimana tidak saling menoleh kalau kita berdua menyerukan kata ‘Aku’ secara kompak tanpa di komando.

               “Kamu aja dulu.” ucap kami bersamaan lagi.

Astaga!

Aku dan Matt pun tertawa kompak akhirnya. Dua kali kita berbicara serempak dan tertawa bersamaan setelah itu. Sungguh, ini adalah suasana terkonyol yang pernah aku dan Matt alami. Hahaha.

               “Maafin aku..” ucap Matt kini mengawali.

Aku menoleh dan menatap Matt yang terlihat fokus menyetir sambil sesekali melirikku di iringi dengan desahan kecil dari mulutnya, “Maaf kalau aku selalu—“

               “Gak apa-apa Matt .. aku ngerti kok. Aku juga minta maaf ... mungkin aku terlalu cemburu kalau mendengar kamu yang selalu dekat dengan Zenna dimana dan kapanpun.. “ tuturku mengakui keegoisanku.

Ya mungkin aku hanya terlalu was-was jika melihat Matt selalu mengutamakan Zenna di banding aku, tapi wajar kan? Aku ini pacarnya dan ada baiknya Matt mengutamakan aku yang notabene pacarnya di bandingkan Zenna yang cuma sahabatnya. Huft ...

               “Engga sayang! Bagi aku .. prioritas dalam hidup aku itu cuman kamu. Cuman Tiara Miccel pacarku tersayang .. terlepas dari Zenna sahabat aku .. tapi perlu kamu tau, kalau cuman kamu lah yang menjadi prioritasku selama ini.. bukan Zenna atau siapapun..” ujarnya membuatku tersentuh.

Dan untuk kesekian kalinya aku luluh oleh suara lembut mendayunya Matt. Ah! Seorang Tiara memang selalu kalah telak oleh lelaki bernama lengkap Matthew Orlando Alexander. Sebesar apapun kesalahannya di mataku, tapi aku selalu di buat luluh oleh kalimat-kalimat manis yang terucap dari mulutnya.

               “Aku sayang kamu Matt...” bisikku menatap Matt lembut.

Matt melirikku dan tersenyum lembut, lalu meraih kepalaku dan menyandarkannya di bahu kirinya. Dia mengusap kepalaku pelan dengan kedua mata yang fokus ke jalanan.

               “Aku juga sayang sama kamu Tiara .. bahkan jika ada kata lain yang lebih bermakna dari kata cinta mungkin kata itu lah yang mampu mewakili perasaanku padamu..” balas Matt dan lagi-lagi membuat aku jatuh ke dalam pesona cintanya.


----TRUSTofLOVE----


Anniversary 6 month~

               Demi apapun yang berharga di muka bumi ini. Hari ini adalah hari jadi aku dan Matt yang ke 6 bulan, oke! Usia pacaran kami memang belum mencapai satu tahun. Tapi seengganya di bulan ke enam usia pacaran kami ini pun aku udah cukup senang. Senang karena hubunganku dengan Matt masih berjalan meski tak jarang kami sedikit cekcok karena masalah kecil yang tumbuh dari suatu hal.

Aku mematut diriku di depan cermin. Berputar-putar gak jelas ala-ala princess yang hendak di ajak kencan oleh sang pangeran. Haha. Aku tau aku konyol, tapi ini adalah bukti dari rasa bahagiaku. Bahagia karena sebentar lagi Matt akan menjemputku untuk merayakan Anniversary 6 month kita.

Rencananya sih Matt mau ngajakin aku dinner di sebuah restaurant mewah yang belum kami jamah. Aku senang? Tentu aja. Siapa sih yang gak senang kalau mau di ajak dinner sama pacarnya di hari jadinya ini?

               Ku poleskan lipgloss baby peach ke permukaan bibirku. Lalu ku rapikan gelungan rambutku yang sudah terangkat ke atas dengan sempurna mengekspos leherku yang jenjang, menyisakan anak-anak rambut yang menjuntai di sisi kepalaku. Gaun biru selutut dengan tali spagety pun sudah melekat sempurna di tubuhku. Heels 7cm berwarna silverpun telah membungkus kedua kakiku yang indah. Setelah semuanya terasa sempurna di lihat, aku pun hanya tinggal menunggu pangeran Matt saja datang menjemput. Hehe.

Ku lirik jam dinding yang menempel di sudut kiri kamarku. Sudah jam tujuh, aku rasa sebentar lagi Matt akan datang menjemput. Baiklah, sebaiknya aku menunggu kedatangan Matt di teras rumah saja. Jadi ketika Matt datang dengan pigeonnya, aku pun bisa langsung masuk ke dalam mobilnya dan lekas pergi ke restaurant mewah yang Matt katakan. Hah .. aku tidak sabar ingin segera merayakan Aniv6month ini bersama pacarku tersayang. Huehehehe.

               Dan disinilah aku sekarang. Duduk menunggu di kursi teras dengan raut kesal yang meradang. Aku kesal. Kesal karena sudah hampir satu jam Matt belum muncul juga. Aku pikir dia akan on time mengingat ini adalah malam special bagi kami, tapi nyatanya sampai jam 8 sekarang dia belum menampakkan dirinya juga ke hadapanku. Kemana perginya Matt? Apa dia lupa kalau malam ini dia ada janji denganku?

Ugh!

Ku rogoh Iphone ber-casing soft pink milikku dari dalam tas tangan yang ku taruh di atas meja sebelah kursiku. Lalu ku dial nomor Matt untuk yang ke tiga kalinya sejak setengah jam yang lalu. Ku tempelkan Iphoneku ke telinga kanan dan menunggu Matt menjawab panggilanku.

               Namun nihil, bukan suara Matt yang terdengar menyambut melainkan hanya suara mesin operator lagi yang mengatakan bahwa nomor yang ku tuju tidak dapat di hubungi. Great! dan sekarang mataku pun mulai memanas, menitikkan tetesan-tetesan kristal yang meluncur seenaknya membasahi pipiku.

Aku menangis. Menangis karena Matt mengingkari janjinya. Menangis karena Matt tidak muncul menjemputku. Menangis karena takut kalau pada akhirnya Matt kembali mementingkan sahabatnya di banding aku. Menangis karena banyak lagi alasan yang bisa saja terjadi menghambat Matt yang akan datang menjemputku. Dan aku marah pada semua alasan itu.

ARGGHHHT!!

               “KENAPA KAMU INGKARIN JANJI KAMU SENDIRI MATT? Kenapa Matt kenapa... hiks hiks hiks .. kenapa kamu selalu menomor duakan aku Matt ... hiks hiks ...” jeritku meraung-raung hingga tubuhku meluruh ke lantai.

Duduk dengan melipat kedua kakiku, membenamkan wajah tangisku ke dua telapak tanganku. Meratapi betapa malangnya menjadi seorang pacar Matthew Orlando Alexander yang selalu di nomor duakan setelah sahabatnya. Aku benci! Aku benci pada siapapun yang mencoba menarik perhatian Matt. Bahkan mungkin aku benar-benar benci pada Zenna.

KENAPA HARUS ADA ZENNA DALAM HUBUNGAN KAMI? KENAPA HARUS ADA NAMA ZENNA DI ANTARA MATT DAN TIARA? KENAPAAAA??

               “Tiara!” panggil sebuah suara yang sukses membuat kepalaku mendongak.

Ku dapati wajah blasteran milik lelaki di masa laluku tengah berkerut bingung menatapku yang memberikan tatapan nanar padanya. Mungkin saat ini wajahku sudah di banjiri oleh butiran kristal yang meleleh tanpa berhenti sedikitpun. Dadaku sesak. Hatiku perih. Seperti ada duri yang menancap banyak di sekitar hatiku. Sakit Matt sakitt...

               “Tiara kamu kenapa?” tanya lelaki tampan yang tak lain adalah Mark mantan kekasihku dulu.

Aku tidak menjawab, hanya menangis yang bisa ku lakukan. Bahkan aku tidak mendengar suara deru mesin mobil Mark yang sudah masuk ke halaman rumahku. Aku tidak menyadari akan keadaan sekitar, yang ku sadari hanyalah aku yang merasa sakit dan sesak saat ini.

               “Apa lelaki pilihanmu yang menyakitimu?” tanya Mark lagi yang kini sudah berlutut mensejajarkan diri denganku yang masih terduduk dengan kedua kaki terlipat.

Tangisku semakin menjadi. Kembali ku tutup wajahku dengan dua tanganku tanpa menghiraukan Mark yang mungkin kini sedang menatapku bingung. Aku tidak peduli pada reaksi Mark, aku hanya peduli pada hatiku yang terasa hancur berkeping karena ulah Matt yang selalu menyisihkanku ketika sedang bersama sahabatnya—Zenna.

               Tiba-tiba aku merasakan tangan kekar Mark meraihku ke dalam pelukannya, aku tidak berontak. Aku hanya diam dan menangis kembali dalam pelukan Mark yang ntah kenapa terasa hangat dan cukup nyaman untukku. Mark mengusap punggungku lembut, mendekapku erat, menyalurkan energi positif untukku yang sedang rapuh. Memberikan kekuatan agar aku kembali tegar. Apa bisa?

               “Jangan menangis.. ada aku disini..” bisik Mark membuatku kembali menangis tanpa henti.

Bukan. Bukan karena ucapan Mark yang membuatku tersentuh lalu menangis semakin menjadi. Melainkan aku menangis karena menyayangkan kenapa harus Mark yang menenangkanku disini, kenapa bukan Matt? Kenapa bukan lelaki yang berstatus sebagai pacarku yang mencoba menenangkan hatiku sekarang.

Hiks .. Matt apa bahkan Zenna lebih penting dari aku? Apa bahkan Zenna lebih berharga dari aku? Kenapa harus Zenna Matt kenapa bukan aku? Aku membutuhkan kamu disini, tapi kamu malah memilih Zenna. Aku sakit Matt .. sakit karena perlakuan kamu sendiri. Hiks..

               “Tiara!” aku tersentak saat tiba-tiba mendengar suara berat yang sangat ku hafal tengah memanggil namaku.

Aku beringsut menjauh dari dekapan Mark, begitupun juga dengan Mark yang menolehkan kepalanya bersamaan dengan aku yang melongokkan kepalaku ke belakang Mark. Betapa terkejutnya aku saat mendapati sosok Matt yang sedari tadi ku tunggu tengah berdiri membeku tak jauh dari kami—aku dan Mark—berada.

Dan tatapannya.. tatapannya sangat dingin. Tidak! Tidak! Matt pasti mengira kalau aku—

               “MATT!!” teriakku saat melihat Matt melengos kembali memasuki mobilnya. Dan ini adalah yang kedua kalinya aku tidak menyadari ada suara deru mesin mobil Matt masuk ke dalam halaman rumahku. Sial!

               “MATT AKU BISA JELASIN MATT!!” teriakku lagi mencoba berdiri. Tidak! aku harus jelasin sama Matt, dia pasti mengira kalau aku selingkuh dengan Mark. Engga! Engga! Matt gak boleh pergi.

               “Matt tunggu!!” seruku namun terlambat karena mobil Matt sudah melaju meninggalkan halaman rumahku.

               “MATT!!—aku bisa jelasin semuanya Matt...” lirihku di akhir seruan nama Matt yang ku panggil.

               “Tiara udah! Lelaki kayak dia gak pantas buat kamu kejar. Dia udah bikin kamu sakit .. dia juga udah bikin kamu—“

               “STOP MARK!” hentikanku menatapnya tajam “Kamu gak ada hak buat ngelarang aku ngejar Matt .. karena perlu kamu tau.. aku cuman butuh Matt. Aku butuh dia di sisi aku, bukan kamu Mark. Aku cuman pengen sama Matt!!” sambungku dengan nafas memburu akibat emosi.

               “Tapi dia—“

               “Aku gak peduli. Biar gimanapun aku cinta sama dia .. jadi tolong .. tolong jangan larang-larang aku Mark!!” selaku kembali dan tangispun lagi-lagi pecah.


----TRUSTofLOVE----


Matt kecelakaan, dia di rumah sakit. Kritis

Sender to Zenna


               Aku tersentak dan rasanya semua tubuhku tak bertulang karena setelah membaca pesan singkat yang di kirimkan Zenna padaku, seketika tubuhku ambruk ke lantai. Iphoneku pun ikut tergeletak di atas lantai. Bersamaan dengan itu, air mata pun turun meleleh dari kedua mataku. Matt kecelakaan. Dia di rumah sakit. Dan apa itu terjadi karena dia melihatku di peluk Mark beberapa jam yang lalu?

TIDAAAKKK!!

               Di sini lah aku sekarang. Berlarian di lorong rumah sakit. Mencari ruangan UGD, tempat dimana Matt sedang di tangani oleh dokter di dalamnya. Aku tidak berhenti menangis, bahkan aku pun tidak sempat mengganti gaun selututku saat melangkah pergi dari rumah menuju rumah sakit ini. Aku tidak peduli kalau aku harus kedinginan saat angin malam menusuk kulit polosku, yang aku pedulikan saat ini hanyalah Matt. Hanya Matthew Orlando Alexander.

Ku lihat Zenna tengah duduk di temani Nevil di kursi tunggu depan ruangan UGD. Aku menggigit bibir bawahku, menahan isak tangis yang akan keluar jika tak ku redam sendiri. Ku hampiri Zenna yang belum menyadari kehadiranku. Saat aku sudah berada di dekat posisi Zenna, dia pun mendongak dan menatapku dingin dengan wajah yang merah dan mata sembab tak jauh berbeda sepertiku.

Ku tarik nafas dalam-dalam saat Zenna berdiri dari duduknya di ikuti oleh Nevil di sampingnya.

               “Zenn—“

PLAKK

Bahkan aku belum sempat berkata apapun, tapi satu tamparan keras sudah mendarat di pipi kananku. Ku raba pipiku yang terasa panas dan perih dengan tangan kananku. Zenna menamparku, matanya menyala marah. Dadanya naik turun, aku tau dia pasti sangat marah karena kemungkinan besar Matt kecelakaan karenaku juga.

               “ELO!” serunya membentak dengan telunjuk mengacung ke wajahku “Gara-gara elo Matt kecelakaan Tiara! Gara-gara elo juga Matt memaksakan diri datang ke rumah lo. Gara-gara elo dia masuk rumah sakit. GARA-GARA LO TIARA .. GARA-GARA ELO DIA KRITIS SEKARANG!” makinya dengan suara yang semakin meninggi.

Aku hanya bisa diam membisu. Ku lihat Nevil merangkul Zenna dari samping. Mencoba meredam amarah Zenna yang sedang berada di tingkat paling tinggi.

               “Sayang udah .. kamu gak perlu marah-marah kayak gini. Matt pasti selamat.. “ ucap Nevil menenangkan

Zenna melirik Nevil, “Gak usah halang-halangi aku Nev! Aku cuman pengen kasih tau cewek egois itu!” sentaknya sembari menunjuk ke arahku “Aku cuman pengen dia tau kalau Matt gak seburuk yang dia pikir selama ini.” sambungnya kemudian kembali menatapku dingin dan tajam.

               “Perlu lo tau Tiara Miccel! Sejak sore tadi Matt demam tinggi .. dia sakit tapi dia bersikeras buat datang nemuin elo. Dia maksain dirinya sendiri buat jemput lo dan ajakin lo dinner sesuai janjinya .. dia gak mau bikin lo kecewa, dia cuman mau bikin lo bahagia di hari Anniv6monthnya.. tapi saat dia datang ke rumah lo .. apa yang dia lihat?” helanya sejenak

Aku tidak berkutik. Hanya mendengarkan kenyataan yang sedang di kemukakan oleh Zenna di depanku. Dia mendengus kasar dan kembali menatapku lurus, “Dia malah ngeliat elo lagi di peluk sama cowok lain. APA BAHKAN LO GAK MIKIR HAH? LO GAK MIKIR GIMANA SAKITNYA JADI MATT? LO EGOIS TIARA LO EGOIS!!” teriaknya mengamuk dan jika saja Nevil tidak menahannya mungkin sekarang aku sudah di serang oleh amukan Zenna.

               Satu kenyataan yang sukses menghujam dadaku, Matt sakit demam tapi dia memaksakan diri untuk datang memenuhi janjinya. Tapi saat dia datang ke rumahku, dia malah melihat aku yang tengah di peluk Mark. Lalu setelah itu? Matt pergi dengan rasa kecewa sampai pada akhirnya dia mengalami .... kecelakaan.

               “LO JAHAT TIARA! LO EGOIS!” teriak Zenna lagi yang langsung di dekap oleh Nevil. “Matt orang baik .. dia cinta mati sama lo .. tapi kenapa lo selalu nuduh Matt yang enggak-enggak hiks .. kenapa lo selalu cemburu sama gue? kenapa lo gak ngertiin Matt kayak Matt ngertiin lo Tiara hiks... “ racaunya di iringi isak tangis yang pilu.

Membuat aku semakin di gerayangi oleh rasa bersalah, membuat aku semakin di hinggapi oleh rasa yang .. ntahlah! Mendengar semua penuturan Zenna tentang Matt, membuat dadaku semakin sesak. Sakit. Pedih. Seakan banyak luka yang tertoreh di sekitar hatiku. Ya Tuhan! Apa aku boleh meminta agar Matt selamat dan aku bisa meminta maaf padanya. Aku mohoonn ...

               Keadaan pun hening. Zenna sudah kembali duduk sambil di dekap Nevil. Sementara aku, hanya berdiri menyandar di dinding dekat pintu kaca bertuliskan UNIT GAWAT DARURAT. Menunggu kabar baik dari dokter yang belum juga muncul dari dalam sana. Menunggu kepastian soal keadaan Matt. Menunggu, menunggu dan menunggu segala hal baik yang mau ku dengar.


----TRUSTofLOVE----


               “Masuklah Tiara!” suruh Nevil saat aku masih duduk termenung di kursi tunggu depan kamar rawat yang di tempati oleh Matt.

               Aku bersyukur karena Matt selamat. Masa kritisnya lewat dan dia sudah di pindahkan ke dalam kamar rawat. Meninggalkan ruangan UGD yang mencekam. Satu jam yang lalu dokter mengatakan bahwa Matt sudah sadar dan boleh di jenguk oleh kami—aku, Zenna dan Nevil—. Namun melihat sikap Zenna yang belum bisa ku dekati, aku pun hanya bisa terduduk diam di kursi tunggu.

Aku mendongak dan menatap Nevil yang kini berdiri di sebelahku, “Apa Matt baik-baik aja?” tanyaku lirih

Sebuah senyuman tersungging di bibir Nevil, “Lihatlah ke dalam! Tenang aja .. aku sama Zenna mau pulang dulu kok. Kasian Zenna, kayaknya dia kelelahan.. “ kata Nevil selalu ramah dan lembut jika berbicara denganku.

Aku mendesah gusar, sedikit ragu untuk masuk menemui Matt. Aku takut .. takut akan reaksi yang Matt berikan nanti. Apa dia akan marah? Membenciku? Atau lebih parahnya apa dia akan memutuskan hubungannya denganku?

               “Ayolah.. kamu penasaran kan sama keadaan Matt?” tegur Nevil lagi menyadarkanku dari lamunan terburuk yang sedang ku pikirkan.

Aku memejamkan mata sekilas, lalu berdiri dan menatap Nevil di iringi dengan senyuman sendu yang terbit di bibirku.

               “Semangat!! “ ujar Nevil mengepalkan tangannya di udara

Aku mengangguk pelan, “Makasih Nev..” sahutku pelan. Aku pun mulai beranjak melangkah menuju pintu yang baru saja di buka oleh ... Zenna. Beberapa saat kami saling bertatapan di depan pintu. Sepertinya Zenna masih marah padaku, terlihat dari raut wajahnya yang dingin dan datar. Aku memang pantas di tatap seperti itu, karena aku pun merasa benci pada diriku sendiri.

               “Jangan pernah sakitin Matt lagi!” desis Zenna sekilas sebelum akhirnya dia melangkah melewatiku menghampiri Nevil yang berada tak jauh dari belakangku.

               “Kita duluan yah ra!” seru Nevil berpamitan. Aku menoleh dan hanya mengangguk, selepas itu Nevil dan Zenna pun pergi meninggalkan lorong ini. Meninggalkan aku yang semakin merasa ragu untuk melangkah masuk ke dalam kamar rawatnya Matt.

               “Mau apa kamu kesini?” suara dingin Matt menyentakkanku yang hanya berdiri mematung di samping ranjang pembaringannya.

Aku menatap Matt dengan sendu, namun sebaliknya Matt sama sekali tidak mau menatapku. Dia membuang muka dan sepertinya Matt tidak suka aku ada disini. Sakit. Kembali sakit hati mengetahui bahwa pacar yang ku cinta sudah tidak mau melihatku lagi.

               Matt kecelakaan karena aku, kedua kakinya di gips. Kepalanya di lilit perban. Tangan kanannya di balut kain biru yang menggantung di lehernya. Ya Tuhan! Matt begitu karena aku. Aku emang egois. Aku jahat. Dan apa yang Zenna bilang tentang aku itu benar semuanya. Apa mungkin aku emang gak pantas untuk seorang Matt? Tiara Miccel gak pantas untuk Matthew?

               “Lebih baik kamu pulang!” suara Matt kembali menggema di pendengaranku. Terdengar dingin, datar dan .. mengusir.

Air mata kembali meleleh tanpa ku sadari. Aku menunduk dalam dan mencoba menguatkan hati setelah mendengar nada dingin Matt yang mengusirku.

               “Maafkan aku Matt..” gumamku lirih dan parau “Maafkan aku karena udah egois.. aku gak bermaksud buat nyakitin kamu. Aku sayang sama kamu Matt .. aku pikir kamu gak akan datang. Aku pikir kamu lupa sama janji kamu. Tapi ternyata aku salah...” helaku setelah berucap lebar dengan suara bergetar menahan tangis.

Ku lihat Matt masih tak mau menatapku. Dia hanya diam dengan pandangan yang lurus ntah kemana. Aku semakin sakit jika Matt mendiamkan aku seperti ini. Aku lebih rela kalau Matt memakiku dan meneriakiku dari pada dia mendiamkanku seolah aku ini gak ada di sekitarnya.

               “Matt tolong bicara! Tolong jangan diamkan aku kayak gini Matt.. aku tau kamu marah ,, tapi tolong kamu tatap aku Matt! Aku mencintaimu Matthew...” bisikku parau dan memejamkan kedua mataku hingga air mata kembali mengalir dengan derasnya.

               “Lebih baik kamu pulang. Aku butuh ketenangan.. “ ucap Matt lagi-lagi menyesakkan dada.

               “Hiks .. Matt .. aku cuman mau bilang kalau lelaki itu adalah Mark.. hiks .. dia mantan pacarku dulu. Hiks .. Tapi demi tuhan Matt .. aku udah gak cinta sama dia. Aku cuman cinta sama kamu dan hanya kamu yang mampu menggetarkan hatiku. Mungkin aku terdengar berlebihan, tapi aku cuman pengen kamu tau kalau aku udah gak ada hubungan apa-apa lagi sama Mark. Dia cuman masa laluku, dia memelukku hanya untuk menenangkanku yang menangis saat itu.”

               “Aku sayang kamu Matt. Dan soal keegoisanku .. aku minta maaf .. mungkin sifat egois itu datang karena pengalaman cinta masa laluku. Mark menghianatiku, dia selingkuh dengan sahabatku dan aku di campakkan begitu aja. Aku terluka, sakit hati dan saat kamu datang ke dalam hidupku semuanya serasa terobati.. tapi saat kamu selalu mementingkan Zenna keegoisanku pun menumbuh dengan sendiri. Aku cuman takut kamu berpaling dari aku .. aku cuman takut kamu lebih memilih Zenna di banding aku. Aku gak mau terluka lagi, aku gak mau kejadian di masa lalu kembali terulang di masa ini. Aku gak mau...”

Selepas berbicara panjang lebar di tengah tangis yang semakin menjadi, aku pun meninggalkan Matt yang masih membisu tak berucap apapun. Aku berlari meninggalkan lorong rumah sakit dengan perasaan yang campur aduk, antara lega-sakit-kecewa-patah hati. Semuanya bercampur menjadi satu.

Ntahlah! Mungkin aku pantas untuk mendapatkan semua ini. Terlepas dari semua keputusan Matt nanti, mau gak mau aku harus menerimanya. Sekalipun Matt memilih untuk mengakhiri hubungan ini mungkin aku pun harus merelakannya. Demi kebahagiaan Matt aku rela melepaskannya.


----TRUSTofLOVE----


               Sebulan berlalu. Sejak aku mengungkap seluruh isi hatiku pada Matt di rumah sakit malam itu, aku tidak lagi bertemu dengannya. Begitupun juga dengan Matt, tidak ada kabar sedikit pun dari dia. Yang ku tau Matt sudah berangsur pulih, aku tersenyum lega mendengar Matt sudah sembuh. Meskipun aku tidak bisa menemuinya karena masalah yang terjadi di antara kami, tapi aku bersyukur karena keadaan Matt sudah membaik sejak malam itu.

Hari-hariku terasa sepi tanpa adanya Matt. Hampa. Hambar. Tidak ada warna sama sekali. Mungkin hanya warna abu-abu yang menghiasi dinding hatiku saat ini. Ntahlah! Meskipun aku merasa rindu ingin menemui Matt, tapi aku tidak menuruti keinginanku itu. Aku cukup tau diri kok. Mungkin sekarang Matt udah lebih bahagia tanpa aku, tanpa perempuan egois sepertiku.

               Aku melemparkan batu kerikil yang ku ambil dari bawah kakiku ke tengah danau itu. Air yang semula tenang pun menjadi beriak setelah di lempari batu-batu kerikil ini. Semenjak tidak ada Matt aku lebih sering menghabiskan waktu di danau ini. Rasanya begitu sejuk dan nyaman. Walaupun hanya semilir angin saja yang menemani diriku, tapi itu tidak jadi masalah. Selama aku bisa merasa tenang, keheninganpun sudah menjadi teman keseharianku.

Aku menunduk. Memejamkan mata. Mulai menangis lagi mengingat betapa rindunya aku pada Matt. Apa bahkan Matt sudah melupakanku secepat itu? hatiku kembali sakit jika membayangkan betapa kilatnya Matt melupakanku dari dalam pikirannya. Mengenyahkanku dari dalam hatinya. Hiks .. sesak kembali mendera.

               Di tengah tangisku yang tanpa suara, tiba-tiba sebuah pelukan hangat melingkupi tubuhku. Tubuhku menegang. Seketika mataku terbuka dan menemukan dua tangan kokoh melingkar di perutku. Seseorang telah memelukku dari belakang. Siapa dia? Matt? Ah tidak mungkin. Atau Mark? Tidak! Tidak! seingatku Mark sudah meninggalkan Indonesia seminggu yang lalu.

Ya dia memutuskan untuk kembali ke Amerika—tempatnya di besarkan. Setelah mendengar keputusanku yang tidak bisa kembali lagi padanya Mark pun akhirnya menyerah. Dia memilih pergi dari negara ini dan berharap semoga aku bahagia dengan pilihanku. Aku cukup lega karena Mark tidak lagi memaksa. Syukurlah dia sudah mengerti akan posisiku. Semoga Mark mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku dan Angel sebelumnya.

Oh yah! aku lupa ada seseorang yang tengah memelukku dari belakang sekarang. Siapa dia? Sebentar! Dari aroma parfumnya aku sangat hafal dan kenal sekali. Bahkan aku sangat menyukai aroma parfum ini. Tapi, apa iya orang yang sedang memelukku sekarang adalah—

               “I miss you ...” bisik suara itu

Deg!

Suara ini .. Aroma parfum ini .. aku kenal. Bahkan sangat hafal. Benarkah dia yang sedang memelukku? Dia yang sebulan ini tidak ku lihat? Dia yang selama ini ku rindukan? Dia ada disini?

               “M—matt ..” gumamku ragu

               “Hem..” balasnya dengan gumaman kecil dan mengeratkan pelukannya lalu menumpukan dagunya di bahu kananku. Astaga! Ini beneran Matt. Matthew lelaki yang ku rindukan sebulan ini.

Aku membalikkan tubuhku menghadapnya, ternyata benar. Dia Matt. Lelaki tampan berdarah Indo-Belanda. Ya Tuhan! Malaikat mana yang sudah membawa Matt ke hadapanku?

               “Matt!” bisikku pelan. Ntah dorongan dari mana, aku pun membalas memeluknya. Melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Membenamkan wajahku di dadanya. Menghirup aroma parfumnya. Dan terakhir menangis di dalam pelukannya.

Aku merindukan Matt ...

               “Maafkan aku Tiara .. maaf karena aku baru bisa menemuimu..” ucap Matt lirih sembari mengusap rambutku lembut.

Aku mengangguk dalam pelukannya, “Gak apa-apa Matt.. kamu udah mau temuin aku lagi pun aku seneng banget. Aku kangen sama kamu Matt ...” balasku semakin mengeratkan pelukanku.

Ku rasakan Matt mengecup puncak kepalaku berkali-kali. Menumpukan dagunya di puncak kepalaku dan mengusap halus rambut belakangnya penuh sayang. Aku tersenyum dalam pelukan Matt. Aku bahagia. Bahagia karena Matt kembali. Bahagia karena bisa memeluk Matt lagi. Bahagia karena ... semuanya.

               “Maafin aku sayang .. maaf karena udah sempat cuekin kamu waktu di rumah sakit. Aku nyesel biarin kamu pergi .. dan aku bersusah payah buat kejar kamu waktu itu, tapi apa daya? Kakiku di gips dan aku gak punya tenaga buat bangun dari pembaringan aku. Maaf sayang .. maaf udah—“

               “Ssstt!” potongku menempelkan telunjukku di bibirnya Matt, aku menggeleng pelan sambil menatap Matt dalam “Gak ada yang perlu di maafkan .. karena aku juga punya andil kesalahan disini. Gara-gara aku kamu jadi kecelakaan.. gara-gara keegoisanku kamu jadi tersakiti dan gara-gara ketidakpercayaanku hubungan kita jadi berantakan. Aku salah.. gak seharusnya aku meragukan kamu Matt. Gimana pun juga, pondasi sebuah hubungan itu adalah kepercayaankan?”

Matt mengangguk setuju, kedua tangannya pun kini menangkup pipiku lembut. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku tau dia mau melakukan apa. Dengan lambat aku pun memejamkan mataku dan tak lama kemudian sebuah ciumanpun mendarat di bibirku. Matt menciumku. Dan ini adalah ciuman pertama yang Matt berikan di bibirku.

               “I Love You Tiara Miccel .. “ bisik Matt setelah menyudahi ciumannya dan meraihku kembali dalam pelukannya.

               “I Love you more Matthew Orlando Alexander ...” balasku dengan senyuman yang merekah di bibirku.

               “Ehem!” sebuah deheman sontak membuat kami berdua melepaskan pelukan bahagia itu. Ku tengok ke arah kiri dan mendapati Zenna dengan Nevil yang sedang mengulum senyum menatap kami berdua dengan tatapan jahilnya.

               “Ciee yang udah baikan...” ujar Zenna mengerling jenaka.

               “Apaan sih! ngapain lo kesini?” lontar Matt membuat Zenna mendelik sebal.

               “Yee .. biasa aja kali. Dasar bule KW!” ejek Zenna meleletkan lidah dengan kedua tangan di telinga.

               “Bodo amat!” dengus Matt setengah kesal.

               “Udah sayang .. kamu tuh kayak anak kecil deh!” tukas Nevil meraup wajahnya Zenna. Membuat Zenna mengerucutkan  bibirnya sendiri.

Setelah itu Zenna pun melangkah mendekatiku dan juga Matt yang masih berhadapan dengan perhatian ke arah Zenna yang mulai mendekat.

               “Tiara.. maafin gue yah!” ucap Zenna tulus

               “For?

               “Untuk tamparan gue di pipi lo sebulan yang lalu..” jawab Zenna dengan tatapan bersalahnya.

Aku tersenyum lalu beringsut memeluk Zenna, “Its okey .. gak masalah kok. Justru karena tamparan kamu, aku jadi sadar kalau aku gak boleh egois sama pacar sendiri. Aku juga harus percaya kalau Matt benar-benar mencintai aku lebih dari apapun. Dan soal aku yang selalu cemburu sama kamu .. aku minta maaf juga yah.” Tuturku bijak.

               “No problem. Udah biasa kok hehe.” Cengir Zenna mengangguk setelah pelukan kami berakhir. Lalu ia pun menyodorkan sebuah kartu undangan berwarna pink-putih ke tanganku. Aku mengernyit, menatap kartu undangan itu dan wajah Zenna secara bergantian.

               “Ini apa?” tanyaku bingung

Zenna tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat secara nyata, “Itu undangan pernikahan. Dateng yah!” jawabnya kemudian nyengir lagi.

Undangan pernikahan?

Ku turunkan pandanganku membuka kartu undangan yang di berikan Zenna barusan. Lalu di dalamnya ku temukan dua nama yang tak asing terpampang membuat mataku membulat lebar.

Nevil Arianto dan Reizenna Amarta

Mulutku menganga kemudian ku dongakkan kepalaku dan menatap Zenna juga Nevil yang kini sudah berada di sisi Zenna secara bergantian. Mereka mau menikah? Minggu depan? DEMI APA?

               “Ka—kalian mau—mau meni—menikah?” tanyaku terbata-bata saking spechlessnya.

Dengan mantap Zenna pun menganggukkan kepalanya, “Yup. Untuk itu kalian wajib datang. Terutama lo bule!! WAJIB HADIR DI PERNIKAHAN GUE.” cetusnya yang kemudian beralih menatap Matt serius.

               “Why not? Tentu gue bakal hadir lah .. masa iya gue gak dateng di acara nikahan sahabat gue sih. Ya .. mana tau gue bisa cepetan nyusul sama Tiara. Ya gak sayang?” sahut Matt kemudian beralih merangkulku dari samping.

Aku menoleh dan mendapati Matt yang tengah mengedipkan sebelah matanya saat menanyakan pendapatku. Haha. Ya ampun! Matt berniatan buat menyusul Zenna dan Nevil? Bahkan hubungan kita aja masih harus banyak di perbaiki setelah insident sebulan yang lalu. Huft ..

               “Janji yah kalian dateng!” timpal Nevil sekarang.

               “Iya kita dateng kok.” Anggukku akhirnya dan menyandarkan kepalaku di bahu tegap Matt.

               Nevil pun merangkul Zenna mesra dan tidak malu-malu Zenna pun mengecup pipi Nevil di depan aku dan Matt. Membuat Matt menjitak kepala Zenna tanpa takut di pelototi oleh Nevil. Haha. Mereka memang pasangan serasi. Dan aku berharap semoga aku dan Matt bisa seperti mereka. Menjadi pasangan romantis yang berlanjut hingga jalur pernikahan dan memiliki anak yang lucu-lucu dengan kehidupan yang luar biasa bahagia.

Akhirnya semuanya pun selesai. Aku kembali dengan Matt dan Zenna akan menikah dengan Nevil. Selamanya Zenna akan menjadi sahabat terbaik untuk Matt, begitupun juga denganku. Aku tak akan ragu lagi pada Matt. Aku pun akan menganggap Zenna sebagai sahabat seperti Matt yang sudah bersahabat lama dengan Zenna selama ini.

Ternyata kepercayaan itu memang di butuhkan dalam sebuah hubungan, karena tanpa kepercayaan hubungan yang kita jalin pun tidak akan ada artinya. Thats right, untuk itu percaya lah pada pasanganmu sebagaimana pasanganmu yang sama percayanya padamu.


End~


CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top